Menggapai Mimpi Bersama “Kartini”

Satu per satu impianku tercapai bersama “Kartini”. Kandasnya cita-cita masa kecil memicuku untuk berbuat baik bagi orang lain.


Usiaku genap 43 tahun di tahun 2022 ini. Aku diberi nama Marniaty, anak pertama dari enam bersaudara. Aku memiliki adik kembar laki-laki, yang urutannya persis di bawahku. Jadi, ketika usiaku dua tahun, aku langsung punya dua adik. Suka dan duka aku alami sejak kecil. Rumah yang ramai dengan adik-adikku serta punya teman bermain adalah suka yang aku rasakan. Duka yang aku alami adalah aku merasa kurang mendapat perhatian dari orang tua, meskipun ada Nenek dan saudara dari bapak dan ibuku yang membantu mengurus aku dan adik-adik.

Bapakku bekerja sebagai tenaga honorer di Polisi Kehutanan. Meski demikian, tingkat perekonomian kami bisa dibilang lumayan baik karena selain honor, bapak dan ibuku memiliki sawah dan kebun kopi warisan orang tua mereka. 

Aku masuk SD tahun 1984. Aku mendapat adik lagi satu tahun kemudian. Setelah sekian lama menjadi tenaga honorer, Bapak diangkat menjadi pegawai negeri sipil pada tahun 1986. Namun, Bapak hanyalah pegawai rendahan, sehingga kami lebih sering menghabiskan masa kecil di sawah. Bapak rajin berkebun dan menggarap sawah, juga beternak. Pekerjaan ini membuat Bapak lupa akan tanggung jawabnya sebagai seorang PNS, sehingga golongannya tidak kunjung naik dan gajinya pas-pasan. 

Sejak kecil, aku bercita-cita menjadi perawat, karena bisa membantu orang yang sedang kesusahan. Selain itu, aku juga bercita-cita menjadi guru. Menurutku, kedua pekerjaan ini membuat kita bersentuhan langsung dengan orang yang membutuhkan bantuan kita. Profesi ini betul-betul membutuhkan pengabdian dan bermanfaat bagi orang lain.

Setelah lulus SD, aku melanjutkan ke sebuah SMP swasta yang merupakan sekolah unggulan di wilayah tempat tinggalku, yang waktu itu masih bernama Kecamatan Mamasa. Saat SMP aku kembali satu sekolah dengan seorang teman SD yang sejak kelas 5 memberi perhatian khusus kepadaku. Entah kenapa, walaupun kami berasal dari satu SD, kami bersikap seakan-akan kami tidak saling kenal. Mungkin ini yang disebut cinta monyet. Kami sama-sama malu untuk bertegur sapa.

Aku merantau ke Toraja untuk mendaftar ke Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) pada tahun 1990. Sayang, tinggi badanku tidak memenuhi persyaratan. Tetapi aku berharap tahun depan tinggi badanku sudah bertambah, sehingga aku bisa mendaftarkan diri lagi ke sekolah itu. Sambil menunggu, aku melanjutkan sekolah di sebuah SMA swasta di Toraja.

Selama di Toraja, aku menumpang tinggal di rumah seorang dosen. Beliau sering mengatakan bahwa perawat adalah pesuruh dokter. Aku menjadi ciut dan menghapus profesi perawat dari daftar impianku.

Kandasnya Cita-Cita

Setelah tamat SMA, aku masih menyimpan cita-cita untuk menjadi seorang pendidik. Maka, setelah ujian kelulusan (waktu itu disebut EBTANAS – Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional) tingkat SMA, aku mengutarakan keinginanku kepada Bapak untuk melanjutkan kuliah ke Manado. Alasannya adalah di SMA tempat aku belajar ada kontrak kerjasama dengan IKIP Manado yang memungkinkan lulusan dari SMAku bisa kuliah di kampus itu tanpa biaya masuk. Namun, Bapak tidak mengizinkan. Sekali lagi, aku harus mengubur cita-citaku. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak mendaftar ke sekolah tinggi keguruan, tetapi mengambil jurusan lain di Universitas Hasanuddin. Nyatanya, aku tidak lulus ujian masuk.

Aku menganggur selepas SMA karena perekonomian keluargaku saat itu jadi sangat terpuruk. Bapak dipindahtugaskan ke kabupaten lain sehingga harus memulai segalanya dari nol. Sumber penghasilan dari sawah dan kebun tidak bisa lagi diandalkan. Sementara, adik-adikku masih duduk di bangku SMA, SMP, dan SD. 

Aku sempat stres karena segala cita-cita dan harapanku kandas. Aku sering berpikir, ijazah SMAku tidak ada gunanya. Seandainya tahu akan seperti ini jadinya, mungkin sebaiknya aku tidak perlu sekolah. 

Menikah dan Bercerai di Usia Muda

Satu tahun setelah Bapak pindah tugas, ekonomi keluargaku sedikit pulih. Melihatku sering termenung sendiri, Bapak menyuruhku untuk kembali mengikuti UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) supaya aku sedikit terhibur. Tetapi Bapak tetap memberi wejangan, bahwa beliau tidak akan mampu membiayai kami jika semua anak-anaknya harus kuliah. Tahun depan, adik kembarku lulus SMA.

Aku paham arah pembicaraan Bapak. Tanpa harus dijelaskan secara terang-terangan, aku tahu bahwa adik laki-lakiku lah yang harus kuliah. Akhirnya aku memilih sekolah tinggi pariwisata yang hanya menjadi tempat pelarianku. Kuliah di tempat ini biayanya masih terjangkau oleh Bapak, dan masa belajarnya hanya satu tahun. 

Semasa kuliah, aku bertemu dengan seorang pria yang dulu pernah satu sekolah denganku. Kami pun menjalin hubungan cinta. Tidak lama setelah itu, di tahun 2003, kami menikah. Kehidupan rumah tangga kami penuh tantangan. Kedua orang tua kami terlalu ikut campur, karena suamiku belum punya pekerjaan. Aku pun sering pindah tempat tinggal. Kadang aku tinggal bersama mertua, kadang aku tinggal di rumah orang tuaku.

Tahun 2004, aku dan suami sepakat berpisah sehingga aku harus menyandang status janda di usia 25 tahun, dengan satu anak. Orang-orang sering menghiburku dengan mengatakan: “kamu itu cantik. Kamu pasti bisa mendapatkan laki-laki lagi.” Memang, belum genap dua tahun bercerai, ada seorang laki-laki yang ingin melamarku. Namun, aku belum siap. Mungkin aku masih trauma dengan pernikahanku sebelumnya.

Sebagai anak pertama, aku  merasa bersalah terhadap orang tuaku karena tidak bisa memberi contoh yang baik kepada adik-adikku. Aku merasa punya tanggung jawab yang besar terhadap mereka, sehingga aku bersedia bekerja untuk membantu orang tuaku membiayai sekolah adik-adikku, juga menutupi kebutuhan dapur serta membesarkan anakku. Aku bertekad untuk menjadi perempuan yang kuat dan tangguh.

 Aku mencari nafkah dengan cara menjadi penenun. Selain itu, aku mengabdi di SD yang ada di desaku, sebagai tenaga pengajar. Aku bahkan sempat menjadi aparat desa, dengan jabatan sebagai Kepala Urusan Pemerintahan (Kaur). Aku menjalani pekerjaan ini selama 6 tahun. Namun aku tidak tahan dengan jabatan ini karena tidak banyak yang bisa aku lakukan untuk membantu masyarakat. 

“Kartini” Baru

Rasa rendah diri terus menghinggapiku. Statusku sebagai seorang janda dipandang negatif oleh orang lain. Aku merasa mendapat ketidakadilan dari status janda yang aku sandang.

Pada bulan Maret tahun 2015, Yayasan PEKKA dan Tim Toraya Maelo masuk ke kampungku. Aku mendengar tentang hal ini dari temanku. Aku merasa mereka merahasiakan keberadaan Pekka dariku, karena mereka tidak mau menjelaskan setiap aku bertanya. Baru ketika pertemuan ketiga diadakan di kampungku, temanku ini mengajakku hadir.

Pada pertemuan pertama yang aku hadiri, aku mendengar penjelasan dari Ibu Susana Rama tentang tujuan dari kedatangan mereka ke kampungku. Aku mencocokkan pemahaman yang aku dapat dari pertemuan itu dengan cerita teman-teman yang hadir pada pertemuan pertama dan kedua. Ibu Susan menjelaskan bahwa Pekka tidak pernah menjanjikan apa-apa, apalagi berjanji akan memberi hadiah berupa barang. 

Penjelasan ini membuat beberapa orang yang biasa hadir di setiap pertemuan menghilang satu demi satu. Hanya aku dan beberapa orang yang bertahan. Aku langsung memberi penjelasan tentang apa yang aku pahami kepada mereka yang masih tetap datang ke pertemuan. Aku juga mencari orang lain agar bisa membentuk kelompok.

Setelah terkumpul 25 orang, barulah bisa terbentuk dua kelompok dan kelompok ini adalah yang pertama terbentuk di dusunku. Aku terus memotivasi ibu-ibu untuk berkelompok. Aku katakan kepada mereka, “Kita coba saja bergabung. Kalau memang tidak bagus, kita sama-sama mundur.”

Kami terus mendapat kunjungan dari Ibu Susan. Aku tahu, dia adalah sosok perempuan yang pantang menyerah. Dia tidak akan berhenti sebelum berhasil. Bila ada tantangan menghalangi, dia akan terus hadapi. Jujur saja, aku ingin seperti Ibu Susan, tetapi aku tidak punya keberanian dan pengetahuan yang mendukungku untuk memiliki keberanian seperti itu.

Kami mulai mengadakan pertemuan sejak 21 April 2015. Berdasarkan tanggal terbentuknya kelompok, kami memberi nama “Kartini” untuk kelompok kami. Kami berharap, kami bisa menjadi kartini-kartini baru.

Setelah empat bulan terbentuk kelompok, kami diberi penguatan melalui Pelatihan Visi, Misi, dan Motivasi Berkelompok. Berkat pelatihan ini, aku mulai tergerak untuk bangkit agar bisa membantu orang lain – atau lebih tepatnya, memotivasi orang lain. Beberapa bulan setelah pelatihan tersebut, kami dibekali ilmu baru, yakni Pelatihan Manajemen Berkelompok.

Berbagai Pelatihan Mengasah Diriku

Karakter dalam diriku yang berkembang menjadi lebih baik tentu saja terbentuk melalui proses panjang. Berbagai pelatihan dan pengalaman bertemu dengan banyak orang yang menjadi inspirasiku tentu saja turut andil dalam membentuk diriku.

Pelatihan yang berkesan buatku adalah ketika aku mengikuti pelatihan mentor kader Pekka. Dalam pelatihan tersebut terdapat modul perjalanan perempuan-perempuan kepala keluarga. Aku bisa membaca cerita dari masing-masing perempuan-perempuan kepala keluarga yang di dalam modul tersebut sehingga aku bisa mendapatkan pelajaran hidup yang luar biasa dari cerita-cerita tersebut dan juga aku mengetahui bahwa setiap perempuan memiliki pengalaman hidup yang luar biasa menjadi perempuan kepala keluarga. 

Pelatihan lain yang berkesan yaitu pelatihan CO (pelatihan pengorganisasian masyarakat). Pelatihan ini difasilitasi oleh Ibu Romlawati dari Seknas Pekka. Dalam pelatihan tersebut, aku dilatih berkomunikasi yang baik dengan pemerintah maupun masyarakat sehingga aku bisa dengan mudah menyampaikan visi dan misi Pekka, serta aspirasi yang berkembang dalam organisasi maupun masyarakat. 

Selain kesempatan mengikuti berbagai pelatihan – juga mengamalkan ilmu yang aku dapat, aku juga memperoleh berbagai pengalaman unik dan menyenangkan. Sebagian dari pengalaman itu adalah bertemu dengan beberapa menteri, dan naik pesawat terbang, serta menginap di hotel, ketika aku mengikuti peluncuran buku “Ola Sita Inawae”. 

Geli rasanya ketika aku mengingat pengalamanku ketika kali pertama naik pesawat. Aku sempat panik karena penerbangan yang tertunda akibat cuaca buruk, juga ketika pesawat harus menunggu lama di udara untuk mendarat karena faktor cuaca. Pengalaman menggelikan lainnya terjadi ketika aku sampai di hotel. Aku sempat tidak bisa masuk kamar karena kuncinya aku tinggal di dalam – karena ini adalah pengalaman pertamaku menginap di hotel, aku tidak mengerti bahwa kartu yang diberikan adalah kunci kamar yang juga berfungsi untuk menyalakan lampu dan pendingin ruangan. Untunglah panitia dari Yayasan Pekka sigap membantu. Mereka pun mewanti-wanti agar aku tidak teledor lagi.

Pengalaman yang tidak mengenakkan pun sempat aku rasakan. Misalnya, sejak 2018, aku menjabat Ketua Serikat Pekka Mamasa. Jabatan ini aku pegang hingga sekarang. Hingga sekarang, ada orang yang menjelek-jelekkan aku di hadapan faslap. Aku paham, dia berambisi untuk duduk di jabatan ketua serikat. Selain itu, ada juga bermacam penilaian orang terhadap kami. Ada yang positif, ada pula yang negatif. Namun, segala penilaian itu semakin membuatku termotivasi. 

Aku berpandangan, bahwa waktu yang akan membuktikan. Orang-orang akan tahu dan melihat apa yang aku lakukan setiap kali aku keluar rumah. Aku memahami, bahwa sebenarnya penilaian buruk terhadapku, yang datang dari luar kalangan maupun teman sendiri, hanyalah berangkat dari rasa iri.

Setiap kegiatan atau pelatihan yang aku ikuti semakin membentukku menjadi perempuan yang tangguh dan mandiri. Curahan hati teman-teman yang datang dari berbagai wilayah tentang cara dan sikap mereka dalam menghadapi setiap persoalan hidup memberiku pelajaran agar aku bisa bermanfaat bagi orang lain. 

Pandangan ini sesuai dengan cita-citaku sejak kecil, sehingga aku selalu berdoa agar Tuhan memperkenankan niatku untuk belajar dan berjuang bersama Pekka. Bagiku, hidup ini akan lebih bermakna apabila kita bisa membuat orang lain bahagia, ketika kita bisa hadir bersama mereka, terlebih di saat tidak ada orang lain ketika mereka sedang membutuhkan, akan membuat mereka terus mengenang kita.  

Pekka juga memberiku kesempatan untuk bertemu dengan pejabat-pejabat daerah, membuat dan mengelola kegiatan sendiri, bersosialisasi dengan masyarakat – bahkan yang tinggal di kecamatan lain, dan mengikuti perkembangan lain seperti menggunakan aplikasi Zoom untuk mengikuti pertemuan yang digelar secara daring.

Diriku pun terasah untuk menjadi kritis terhadap lingkungan. Bekal yang telah aku dapat dari berbagai pelatihan, juga cerita-cerita yang disampaikan faslap, mentor, dan anggota Pekka lainnya membuatku berani untuk mengkritik pemerintah. Salah satunya adalah ketika aku mengkritik program bantuan sosial di desa. Ada anggota masyarakat yang seharusnya tidak berhak mendapatkan bantuan sosial, tetapi malah mendapatkannya hanya karena mereka dekat dengan aparat di pemerintahan desa. Tetapi mereka yang berhak, malah tidak mendapatkannya. 

Pemerintah Desa berdalih bahwa penerima bantuan sosial sudah ditentukan oleh pemerintah pusat. Namun, aku berani mendesak mereka untuk menjelaskan kepada masyarakat sesuai fakta, dan tidak membodohi masyarakat dengan praktik-praktik kecurangan. Aku menuntut Pemerintah Desa agar lebih memperhatikan masyarakat, dan dengan jujur membagikan bantuan sosial agar tepat sasaran. 

Aku beruntung, seluruh anggota keluargaku paham dan percaya bahwa kegiatan yang aku lakukan bersama Pekka adalah hal yang positif dan memberi manfaat bagi masyarakat. Memang, perekonomian keluargaku tetap sama seperti sebelum aku bergabung dengan Pekka. Aku masih harus berjuang memenuhi kebutuhan anakku. Namun, aku mendapat kebahagiaan tersendiri setiap kali bisa berbagi cerita dengan teman-temanku sesama anggota kelompok Pekka. Juga ketika berhasil membagi ilmu kepada anggota masyarakat.

Keberhasilan-keberhasilan yang telah aku peroleh tidak membuatku berhenti. Aku akan terus belajar, berjuang, dan bersemangat untuk menjadi perempuan yang tangguh.

 

Bagikan Cerita Ini

Cerita Terkait

Pekka: Jawaban untuk Kesepian dan Kebosananku

Pekka: Jawaban untuk Kesepian dan Kebosananku Suamiku ...

Perjuangan dari Masa Kecil yang Membuahkan Ha

Perjuangan dari Masa Kecil yang Membuahkan Hasil Kisah...

Leave a Comment