Mandiri Mengangkat Martabat Diri: Kisah Diri
Mandiri Mengangkat Martabat Diri Secara tidak sengaja,...
Pengalaman Menjadi Pengurus Federasi Serikat Pekka: Kisah Diri Ai Yani
Nama aku Ai Yani, lahir di Cianjur 6 Mei 1975. Aku tinggal di satu desa di bawah kaki Gunung Gede. Dimana aku tinggal hawanya lumayan cukup dingin bagi orang Jakarta. Kedua orang tua aku juga sudah lama meninggal. Masa kecil aku sangatlah bahagia, karena aku anak perempuan satu-satunya, dan aku waktu kecil sering sakit-sakitan, sehingga bapak sangat memanjakan aku. Mereka terlalu akung dan sangat mengkhawatirkan aku. Sehingga aku banyak dilarang dan tidak bebas bermain seperti teman-teman yang lain. Banyak larangan yang membuat aku menjadi anak yang kaku, susah bergaul dan tidak berani tampil. Padahal saat Sekolah Dasar (SD) aku termasuk anak yang berprestasi dalam hal pelajaran. Sampai akhirnya aku lulus sebagai murid dengan nilai terbaik dan berhasil masuk SMPN 1 Cipanas (Sekolah Menengah Pertama Negeri).
Tentu saja kabar tersebut aku sampaikan kepada kedua orang tua dan berharap mereka cepat mendaftarkan aku ke SMP Negeri tersebut. Hanya akung keberhasilanku bukanlah hal yang istimewa buat bapak, bahkan bapak seolah tidak mendukung niat aku untuk melanjutkan sekolah, dengan alasan tidak punya biaya. Apalagi aku seorang anak perempuan, tidak perlu sekolah tinggi tinggi. Karena pada akhirnya akan ke dapur juga. Padahal kakak laki-laki aku saat itu baru lulus dari SPG di Cianjur. Untungnya masih ada ibu yang masih mau merespon keinginan aku. Dengan bantuan kakak akhirnya aku mendaftar di SMP Negeri Cipanas. Aku senang sekali bisa melanjutkan sekolah karena di tahun 1988 sangat jarang sekali anak-anak yang melanjutkan ke SMP. Kebanyakan masyarakat di kampung hanya lulus SD. Selanjutnya mereka menjadi buruh di kebun dan anak perempuan dinikahkan.
Saat aku duduk di bangku SMP, ternyata tak seindah yang dibayangkan. Akhirnya karena kondisi ekonomi orang tua yang pas-pasan, akupun menyerah. Pada saat aku kelas 2 semester 2 aku terpaksa berhenti sekolah. Karena aku malu juga banyak tunggakan yang belum aku bayar ke sekolah. Akhirnya, aku terpaksa mengubur semua cita-cita aku untuk menjadi seorang guru.
Pada tahun 1993 aku mulai bekerja di pabrik jamur, upahnya bisa untuk memenuhi kebutuhanku sehari hari dan sedikit membantu orang tua. Sampai akhirnya aku bertemu dengan seorang laki-laki yang bekerja di peternakan dimana setiap hari harus aku lewati kalau aku berangkat kerja. Kami hanya pacaran sekitar 3 bulan, sampai akhirnya kami memutuskan untuk menikah. Karena usiaku sudah hampir 20 tahun saat itu, yang menurut orang tuanya itu sudah telat dan suatu aib buat keluarga. Semua teman-teman sebaya aku semuanya sudah menikah bahkan punya anak. Kami menikah bulan Januari tahun 1995. Pada tanggal 06 Januari 1996 akhirnya aku melahirkan anak pertama.
Hari hari di rasakan semakin bahagia walaupun kehidupan kami sangat sederhana. Dia seorang yang gigih bekerja dan suka membantu pekerjaan di rumah, seperti mencuci, memasak dan juga mengurus anak. Sedangkan aku sendiri sehari-hari hanya menikmati peran sebagai ibu rumah tangga dan seorang istri. Sampai akhirnya tahun 2003 suamiku memutuskan untuk berangkat kerja keluar negeri menjadi TKI karena dorongan kedua orang tuanya yang menginginkan anaknya hidup mapan seperti saudara saudaranya. Saat itu anak aku usia 7 tahun masih duduk di sekolah dasar.
Sepeninggal suami bekerja aku juga terpaksa harus bekerja sebagai buruh tani di kebun orang, demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebenarnya kondisi seperti itu tidak pernah terbayangkan, karena dulu sebenarnya cita-cita aku ingin bekerja dengan mengoperasikan komputer. Entah kenapa aku terobsesi banget untuk bisa mengoperasikan komputer, tapi itu tidak mungkin, bagaimanapun kenyataannya aku hanya seorang buruh ngoyos yaitu buruh yang mencabut rumput di kebun. Hal ini harus terus aku jalani, karena sudah hampir 10 bulan suami aku bekerja di Arab Saudi, tetapi belum juga mengirim uang untuk nafkah sehari-hariku. Dia hanya mengirimkan surat lewat pos yang mengabarkan keadaannya yang tidak sesuai yang diharapkan. Sehingga ia harus kabur dari tempat kerjanya dan menjadi Tenaga kerja ilegal. Akupun sudah tidak bisa berharap banyak lagi dari suami.
Aku hanya berusaha bekerja untuk mempertahankan kehidupan bersama anak. Sampai pada suatu hari, bulan Mei 2005 aku kedatangan kepala desa bersama 2 orang perempuan yang bernama Mbak Oemi dan Teh Titin yang memperkenalkan diri sebagai kader Pekka (Perempuan Kepala Keluarga). Lalu Mbak Oemi menjelaskan maksud dan tujuan yang ingin mengajak aku dan juga ibu yang berstatus sebagai janda untuk membentuk kelompok Pekka. Pada awalnya aku agak ragu untuk bergabung apalagi harus mengumpulkan janda-janda. Takut kalau kami hanya akan dimanfaatkan untuk hal hal yang tidak benar. Tetapi banyak juga ibu-ibu yang antusias mengikuti pertemuan kelompok Pekka tersebut dengan harapan bisa dikasih bantuan. Sehingga pada awal pertemuan banyak sekali ibu-ibu yang hadir. Tetapi setelah Mbak Oemi menjelaskan kalau Pekka bukanlah program yang ingin memberikan bantuan uang, akhirnya pada pertemuan selanjutnya hanya beberapa orang saja ibu-ibu yang hadir.
Akhirnya pada tanggal 15 Mei 2005 di bentuklah Kelompok Pekka yang diberi nama kelompok Pekka Al Munawaroh. Aku sendiri dipilih menjadi bendahara kelompok, Ibu Kartini sebagai Sekretaris dan Ibu Ilah ditunjuk sebagai ketua. Tetapi aku tidak langsung aktif karena aku sendiri harus tetap bekerja di untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Juga pertemuan rutin kelompok rutin setiap bulan kami lakukan, meskipun kehadiran anggota tambah kesini tambah berkurang. Alasannya mereka sibuk, ada juga yang alasannya karena mereka tidak punya uang untuk menabung. Setelah beberapa bulan barulah aku dilibatkan dalam pelatihan ekonomi dan pelatihan Hukum. Dengan mengikuti pelatihan, ilmu dan wawasan aku semakin bertambah, dan hasil dari pelatihan itu aku sosialisasikan kepada anggota di kelompok.
Setelah tiga tahun, tahun 2005 suami pulang Indonesia dan sempat hidup bersama. Setelah tiga bulan, suami mengajak aku ikut dia kembali ke Arab Saudi. Namun aku tidak bersedia karena kasihan pada anak. Siapa yang akan merawat anakku jika kami berdua pergi. Akhirnya aku memutuskan tidak ikut dan kami kemudian bersepakat untuk bercerai.
Pada tahun 2006 juga, aku ditunjuk menjadi anggota LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat) di desa. Aku merasa senang sudah dilibatkan dalam kegiatan di desa. Meskipun aku sendiri tidak tahu apa tugas dan fungsinya sebagai LPM. Aku hanya diundang pada saat rapat dan mendapat insentif. Aku merasa lebih suka saat diskusi dengan ibu-ibu Pekka, karena programnya lebih memprioritaskan perempuan akar rumput. Lebih dari itu di Pekka aku merasa tidak sendiri, banyak perempuan-perempuan yang senasib dengan aku. Akhirnya aku mulai banyak dilibatkan di beberapa kegiatan, sehingga aku menjadi jarang di rumah. Terkadang pulang malam. Hal itu membuat keluarga aku menjadi risih dengan omongan tetangga. Apalagi statusku sebagai janda. Hingga pada suatu malam aku dipanggil untuk membicarakan hal itu. Kakak aku menanyakan, “Kenapa kamu selalu pulang malam? Tidak enak dengan omongan tetangga, apalagi kamu perempuan yang berstatus janda“. Akhirnya aku coba jelaskan, kalau aku pulang malam bukan melakukan hal yang negatif, tetapi ada kegiatan di Pekka. Akhirnya keluarga aku pun paham, dan tidak pernah membahas hal itu lagi. Akupun bisa leluasa berkegiatan lagi, tentunya bukan untuk kepentingan aku pribadi, tapi juga untuk masyarakat, khususnya perempuan.
Di tahun 2008 ada PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) di desa. Dalam program PNPM ini keterlibatan perempuan merupakan suatu syarat. Sehingga aku mempunyai kesempatan terlibat dalam kegiatan ini. Tetapi kesibukan di Pekka membuat aku terpaksa mengundurkan diri sebagai BKM. Apalagi pada tahun 2009 aku ditunjuk untuk menggantikan Bendahara Serikat Pekka Kabupaten Cianjur yang mengundurkan diri. Walaupun aku sendiri tidak punya pengetahuan dalam hal administrasi keuangan. Tetapi amanah itu aku jalani sampai tahun 2020. Di akhir tahun 2019 aku dipercaya oleh teman-teman Serikat di 20 Provinsi wilayah Pekka untuk menjadi Bendahara Federasi Serikat Pekka Nasional. Bagi aku ini merupakan suatu kebanggan tapi juga menjadi beban. Menjadi seorang Pengurus Federasi menurut aku bukanlah pekerjaan mudah, karena pastinya yang harus pengurus federasi memikirkan untuk meluaskan wilayah jangkauan komunitas Pekka. Kehadiran Federasi dalam undangan-undangan seperti Workshop, Lokakarya dan Seminar Nasional menjadikan Serikat Pekka lebih dikenal oleh pemerintah dan lembaga lain. Selain mengerjakan tugas di kesekretariatan aku juga harus siap bertugas untuk mentoring ke wilayah. Dan wilayah yang pertama aku kunjungi waktu itu adalah ke Provinsi Aceh. Tepatnya ke Aceh Besar dan Aceh Jaya.
Di tanggal 17 November 2021 aku berangkat dari tempat kost pukul 05.00 WIB menuju Bandara Soekarno-Hatta. Lumayan deg-degan juga sih, karena perjalanan ini merupakan tugas pertama aku sebagai pengurus Federasi ke luar kota sendiri. Tanpa ada yang mendampingi dari Yayasan PEKKA. Apalagi sekarang di Bandara Soetta harus melalui cek peduli lindungi. Anehnya aplikasi peduli lindungi di HP aku saat itu tiba-tiba tidak bisa di buka sampai beberapa kali, tapi aku coba untuk tenang dan menyampaikan hal itu ke petugas lalu petugas itu pun bertanya,
“Apa ibu bawa bukti tes COVID dari lab?”.
” Ya ada pak, jawab aku”.
Lalu petugas mengarahkan aku untuk menyerahkan bukti vaksin dan antigen ke petugas yang telah ditunjuk. Setelah menerima hasil tes covid antigen barulah aku bisa mendapat boarding pass. Karena aku baru pertama kali melakukan penerbangan sendiri, jadi aku harus banyak tanya sama petugas Bandara. Takutnya aku salah naik pesawat. Setelah merasakan terbang selam 3 jam di udara, akhirnya Pukul 10.45 WIB akhirnya aku sampai di Bandara internasional Sultan Iskandar Muda Banda Aceh.
Sekeluarnya dari Bandara, aku sudah ditunggu sama Bang Adi sopir yang sebelum berangkat sudah aku hubungi. Kalau dia tidak menegur aku dengan menanyakan dari Pekka, mungkin aku tidak akan mengenalinya. Langsung aku di antar ke terminal tempat travel yang menuju Aceh Jaya. Sesampainya di terminal travel Bang Adi mengarahkan aku untuk naik ke mobil yang menuju ke Meulaboh. Dan nanti minta diturunkan di Lageun. Setelah membeli tiket, tidak lama travel itu pun berangkat walaupun penumpangnya tidak terlalu penuh. Jadi aku bisa leluasa untuk menikmati pemandangan di sepanjang jalan.
Perjalanan yang aku kira akan mengerikan ternyata jauh beda dengan kenyataan. Meskipun harus melalui perbukitan, tapi suasananya terasa nyaman tanpa kemacetan. Apalagi di sebelah kanan jalan terlihat pantai yang begitu indah dan asri, pemandangan yang baru aku nikmati dan aku rasakan. Sehingga tiga jam perjalanan tidak lagi kurasakan capek Sampai akhirnya sopir mengatakan “sudah sampai di Lageun”. Lalu dia menyuruhku menelpon orang yang akan aku temui di Lageun. Aku panik karena HP aku ternyata benar-benar tidak ada sinyal di sana. Lalu sopir meminta nomor yang akan aku hubungi dan dia yang menghubungi Kak Ema saat itu. Aku tidak paham apa yang mereka obrolkan, tapi yang pasti sopir itu menyuruh aku untuk masuk lagi ke dalam mobil.
Ternyata rumah Kak Ema memang agak masuk lagi ke jalan yang menuju Pante Kuyun. pukul 02.30 WIB akhirnya aku sampai di rumah Kak Ema. Bersyukur Kak Ema dan keluarga menyambut aku dengan baik meski baru pertama kali bertemu. Sore hari aku diajak Kak Ema untuk jalan-jalan ke Center Pekka Aceh Jaya yang katanya sudah lama tidak ditempati karena kondisinya sudah kurang baik. Karena sore itu turun hujan aku hanya bisa melihat-lihat dari luar saja kondisi centernya yang memang kelihatan sekali kurang terurus.
Besoknya tanggal 18 November aku mulai melakukan kegiatan penguatan serikat yang diawali dengan perkenalan, evaluasi kegiatan di tingkat Serikat dan juga kelompok. Pemahaman AD/ART Serikat dan pemilihan koordinator wilayah Desa. Selanjutnya kami melakukan pembahasan SOP Serikat. Hari kedua aku melakukan kunjungan ke Mahkamah Syar’iyah (MS) yang kantornya di Calang. Karena pagi itu hujan deras, kami bisa berangkat pukul 09.00 WIB. Sesampainya disana kami langsung menemui petugas dan mengatakan maksud dan tujuan kami sesuai dengan surat yang sudah kami kirimkan sebelumnya. Tidak lama kemudian kami dipersilahkan masuk dan yang menerima kami adalah wakil ketua karena ketua Mahkamah Syar’iyah sedang ada tugas luar. Respon beliau sangat bagus sehingga advokasi kami ke MS saat itu berjalan dengan baik.
Hari berikutnya aku advokasi anggaran ke Desa Sawang, lalu supervisi FPD ke beberapa kelompok ke Desa Payeuh Lout dan Desa Gunung Menasah. Di desa tersebut aku bisa langsung bertemu dengan ibu-ibu kelompok Pekka. Mereka sangat senang dengan kunjungan dari Serikat dan Federasi Pekka. Apalagi ada materi-materi yang mereka dapat dari pertemuan kelompok itu.
Setelah 5 hari aku melakukan tugas di Aceh Jaya akhirnya aku melanjutkan tugas ke Aceh Besar. Di Aceh Besar ini aku melakukan kegiatan Mubeslub. Lalu menjelaskan SOP dan juga supervisi FPD ke beberapa kelompok di Desa Lamgeu Baru dan Desa Lam Tanjong. Ada kesan tersendiri dalam kunjungan ke kelompok-kelompok di Aceh. Pengalaman yang tidak terlupakan. Meskipun banyak sekali PR yang harus Federasi tindak lanjuti kedepannya. Melihat kondisi-kondisi Serikat Pekka di wilayah. Banyak hal yang memang harus Federasi benahi supaya Serikat Pekka yang ada sekarang lebih berkembang dan lebih maju kedepannya.