Perubahan Hidupku Bersama Pekka : Kisah Diri Endang Estaurina
Aku dan Kehidupan Keseharianku
Hujan lebat siang itu menghalangi langkahku melanjutkan perjalanan menjajakan keripik buatanku. Aku pun berhenti dan berteduh di depan sebuah kios manisan. Seorang ibu yang menggendong anak balitanya telah dulu berteduh disitu. Kemudian bertanya kepadaku, “Keripik apa itu mbak?” “Keripik ubi jalar buk, ada rasa pedas dan manis, lima ribuan saja”, jawabku. “Mau dong satu yang manis saja ya”, ucapnya. Aku pun memberikan satu bungkus keripik dengan rasa manis dan menerima uang satu lembar senilai lima ribu rupiah. Hatiku senang karena itu adalah bungkus pertama keripik yang terjual hari ini.
Aku berharap hujan segera reda agar aku bisa menjajakan kembali keripikku yang jumlahnya masih sangat banyak. Setengah jam menunggu, akhirnya hujan pun reda. Aku kembali berkeliling di Pasar Kayu Agung untuk menjajakan keripik ubi jalar buatanku. Ada 5 bungkus keripik yang belum terjual, setelah aku berkeliling hampir 2 jam. Waktu hampir jam 12 siang, aku harus segera pulang. Annisa, anak bungsuku pasti sudah lapar karena sudah sejak jam 9 pagi aku sudah meninggalkannya di rumah bersama ayahnya yang kebetulan tidak bekerja.
Namaku Endang Estaurina, seorang ibu dari tiga orang anak, saat ini aku berusia 37 tahun. Aku tinggal di Desa Penyandingan, Kecamatan Sungai Pinang, Kabupaten Ogan Ilir. Kedua anakku sedang duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).
Sebelum berkenalan dengan Pekka aku hanyalah ibu rumah tangga biasa, kegiatanku mengurus rumah, menjaga dan mendidik anak-anakku serta membuat keripik ubi jalar yang dititipkan ke warung-warung dekat rumah untuk membantu perekonomian keluarga. Suamiku bekerja sebagai buruh bangunan yang bekerja tidak menentu. Pernah suami bekerja selama satu bulan tapi menganggur hampir 5 bulan. Keripik menjadi penopang ekonomi keluargaku.
Keputusanku menikah pada usia muda membuatku menjadi sosok ibu yang sangat kurang pengetahuan bagaimana mengurus rumah tangga dan mengurus anak. Bebanku terasa berat karena aku harus berperan ganda: menjadi ibu, mengurus rumah tangga, dan juga mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari.
Ayah dan ibuku kuat mengajarkan budaya patriarki kepada keluarga sejak kami masih kecil. Perempuan memiliki kewajiban untuk taat pada suami apapun yang dilakukan suami, menjaga nama baik keluarga, mengurus, dan menjaga anak-anak serta tidak boleh membantah suami. Ajaran itu melekat di benakku dan kuajarkan pula pada anak-anakku.
Seringkali batinku memberontak menjalani semua itu. Aku iri melihat tetanggaku yang kesehariannya hanya di rumah mengurus rumah dan mengurus anak tanpa harus terlibat dalam urusan mencari nafkah karena suaminya bekerja sebagai guru PNS dengan gaji yang cukup untuk kehidupan mereka. Sedangkan aku harus mengerjakan semuanya. Kehidupan keluargaku jauh berbeda dengan kehidupan mereka. Tak jarang uang hasil berdagang habis untuk membeli kebutuhan hidup sehari-hari.
Kehidupan keluargaku semakin sulit saat suamiku jatuh sakit pada bulan Mei 2019. Dokter mengatakan terdapat gumpalan batu pada ginjal sebelah kanan suamiku yang harus segera dilakukan tindakan operasi. Karena keterbatasan biaya, aku hanya bisa mengobati suami dengan cara membeli obat-obatan di apotik.
Aku dan Pekka (Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga)
Pada Juli 2019 kulihat ibu-ibu warga RT 01 terlihat sibuk; Mondar-mandir menginformasikan bahwa ada sosialisasi yang diadakan Serikat Pekka di kantor desa. Penasaran, aku pun bertanya, “Apa itu Serikat Pekka?”. Ibu itupun menjawab, “Tidak tahu, makanya kita harus nanya langsung. Siapa tau mau bagi-bagi duit”, ujar si ibu sambil tersenyum. Akupun meminta izin pada suamiku untuk pergi ke kantor desa.
Setibanya di kantor desa, ternyata ruangan hampir penuh. Aku mencoba mencari tempat duduk. Bersyukur masih tersisa satu kursi di belakang. Acara dibuka oleh perempuan muda bernama Devi Herawati, dia memperkenalkan diri sebagai Faslap (Fasilitator Lapang), dilanjutkan oleh Ibu Netty Herawati yang memperkenalkan diri sebagai Ketua Serikat Pekka Kabupaten Ogan Ilir dan disusul perkenalan dengan beberapa kader lainnya. Mereka kemudian menjelaskan tentang apa itu pekka dan apa saja yang dilakukan kader Pekka. Mendengarkan penjelasan tersebut, aku pun berminat untuk bergabung di Serikat Pekka. Saat itu aku terpilih menjadi ketua kelompok Maju Bersama Desa Penyandingan karena tidak ada yang mau menjabat sebagai ketua. Kami bersepakat untuk berkumpul kembali satu bulan kemudian, tepatnya tanggal 23 Agustus 2022 di rumah Ibu Puji Astuti, salah satu anggota Pekka.
Dua minggu berlalu, aku ditelepon oleh Devi yang mengajakku untuk menghadiri rapat koordinasi kader Pekka di Desa SP Padang, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Setibanya disana, aku sangat terkesima melihat antusiasme para perempuan yang sudah hadir. Kami pun berkenalan dan saling bercerita tentang diri. Senang sekali rasanya bisa bertukar cerita bersama ibu-ibu yang kebanyakan dari Kabupaten OKI.
Di pertemuan itu, ada ibu-ibu yang membawa barang dagangannya berupa keripik pisang, tepung yang terbuat dari pisang, songket, dan dompet yang dibuat dari sisa kain perca. Sungguh pertemuan yang sangat menginspirasi. Aku pun berpikir untuk membawa keripik ubi jalar sebagai promosi produk usahaku jika nanti diikutsertakan lagi pada pertemuan selanjutnya. Semenjak itu, aku selalu membawa keripik daganganku kemana pun aku diundang dalam pertemuan rutin bulanan setiap kelompok serikat Pekka di desa-desa.
Oktober 2019 menjadi hari kelam bagiku. Suamiku harus segera dioperasi karena sakit pinggangnya sungguh sudah tidak bisa tertahankan. Aku pun meminta bantuan Devi cara membuat kartu JKN. Dengan arahan yang telah diberikan, aku pergi ke Kota Kayu Agung, Kabupaten OKI yang berjarak kurang lebih 30 kilometer dari tempat tinggalku. Dengan mengendarai motor aku mengurusnya. Di Kantor BPJS, aku disambut ramah oleh petugas yang memberikan penjelasan bahwa hanya bisa mengajukan surat kesehatan secara mandiri atau berbayar. BPJS PBI adalah program pemerintah pusat bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk masyarakat desa yang tidak mampu. Proses pengajuannya oleh pemerintah desa melalui dinas sosial dan setelah disetujui oleh kementerian sosial barulah bisa mendapatkan Kartu BPJS PBI.
Sedikit kecewa, tetapi aku harus segera membuat kartu kesehatan tersebut untuk meringankan biaya operasi suamiku. Aku membayar iuran sebesar 125.000 setiap bulannya. Setelah 15 hari, kartu JKN kami pun selesai dan sudah bisa digunakan. Akhirnya aku membawa suamiku ke Rumah Sakit Mohammad Hoesin di Palembang untuk operasi pengangkatan batu ginjalnya. Aku merasa sangat beruntung mendapatkan keluarga baru yaitu para ibu-ibu Pekka yang sangat peduli dengan keadaanku.
Pasca operasi, aku harus berjuang mencari nafkah untuk ketiga anakku dan juga mengurus suami yang sakit serta mengurus rumah. Semua kulakukan dengan support dari teman-teman Pekka. Saat aku membawa keripik ubi jalarku di pertemuan, Ibu Ismi-kader dari Desa Pedamaran, Kabupaten OKI mengajakku menjajakan keripikku ke kantor-kantor dinas yang ada di Kota Kayu Agung. Alhamdulillah hasil penjualan keripikku meningkat. Aku bisa membiayai sekolah kedua anakku dan membeli obat obatan untuk suamiku.
Aku pun mulai diajarkan oleh Devi tentang cara mengurus KTP dan KK ke Dinas dukcapil dan untuk mengusulkan bantuan sosial melalui Dinas sosial. Sungguh suatu pengalaman yang sangat berharga. Selama ini aku hanyalah seorang ibu dan istri yang hanya tau cara mengurus dapur dan urusan dalam rumah. Sekarang aku telah terbiasa mengunjungi berbagai kantor dinas, bertemu dan bertatap langsung dengan para perangkat desa, serta bertambah teman teman dari berbagai daerah.
Serikat Pekka membuka mataku tentang dunia yang selama ini hanya aku dengar. Sekarang aku sering dilibatkan dalam berbagai Webinar dan pelatihan-pelatihan. Walaupun karena pandemi harus dilakukan secara zoom. Lagi-lagi aku pun menjadi perempuan yang belajar menggunakan teknologi informasi melalui handphone android. Belajar menulis cerita, belajar mengisi google form, dan banyak lagi. Melalui Serikat Pekka aku diajarkan dan dilatih cara membuat merk untuk keripik dan pengemasan serta pemasaran yang baik. Alhamdulillah usaha keripikku semakin lancar dan menjadi penopang hidup kami sampai kedua anakku lulus Sekolah Menengah Atas. Suamiku pun kembali sehat. Sekarang dia membantuku membuat keripik ubi jalar sebagai mata pencarian kami satu satunya.