Bangkit dari Keputusasaan dalam Berwirausaha
Kisah Diri Wenti Yulianti

 

Aku nyaris putus asa ketika mendapati usaha bertaniku bersama suami gagal total. Kami terlilit utang kepada bank, dan hanya mampu menjual hasil panen kepada tengkulak. Akademi Paradigta Indonesia Kewirausahaan memberiku pengetahuan tentang bagaimana memulai usaha dan melakukan produksi secara mandiri.

Namaku Wenti Yulianti. Pada 2023, aku berusia 36 tahun. Aku tinggal di Desa Karangmaja, Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Aku sulung dari empat bersaudara. Orang tuaku bekerja sebagai petani, seperti kebanyakan penduduk di desaku.

Desa tempat tinggalku baru dialiri listrik pada 1995. Sejak saat itu, teknologi mulai dari televisi dan telepon genggam masuk ke desaku. Pola ekonomi di desaku pun berubah, juga pola pikir masyarakat. Mereka yang tadinya tidak mementingkan pendidikan, kini jadi mengutamakannya. Anak-anak di desaku mulai terpacu untuk melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi, tidak hanya sekadar lulus SD.

Orang tuaku termasuk yang berubah pemikirannya. Aku diizinkan melanjutkan sekolah ke SMP di tahun 2000. Pada tahun yang sama, Ibu merantau ke Jakarta untuk menambah pendapatan keluarga, demi menyekolahkanku dan adik-adik. Aku dituntut untuk mandiri, membantu Bapak menggantikan peran Ibu dalam mengurus adik-adikku yang masih kecil. Sayangnya, aku hanya bisa bersekolah sampai SMP. Aku harus mengubur cita-citaku menjadi dokter, dan berhenti sekolah.

Aku merasa kasihan pada Ibu, yang telah 4 tahun merantau ke Jakarta demi menyekolahkanku. Setelah berhenti sekolah, aku merasa telah tiba saatnya untuk mengganikan Ibu. Aku pun berangkat ke Jakarta untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART). Satu tahun kemudian, adikku lulus dari SMP. Kami pun mencari pekerjaan yang lebih baik bersama-sama. Alhamdulillah, kami mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan di wilayah Cileungsi. Gaji yang kami dapatkan cukup untuk menunjang perekonomian keluarga, sehingga Ibu tidak perlu bekerja lagi.

Tahun 2008, aku menikah dengan lelaki pilihanku. Awalnya, hubungan kami tidak direstui orang tuaku, karena kami berdua masih memiliki hubungan kerabat. Berbagai konflik membumbui hubungan kami, tetapi kami selalu berusaha mempertahankan hubungan tersebut hingga orang tua merestui pernikahan kami. Setelah menikah, kami tinggal bersama orang tuaku di Kebumen. Suamiku bekerja serabutan, sementara aku hanya mengurus rumah. Kami dikaruniai tiga orang anak.

Keadaan ekonomi yang masih tidak menentu membuatku harus pintar mengelola keuangan keluarga. Apalagi setelah ketiga anakku bersekolah, pengeluaran kami jadi jauh lebih besar dibanding dengan pemasukan yang kami terima. Aku menjadi kalang kabut, dan berupaya mencari jalan keluar.

Aku dan suami mencoba peruntungan dengan bertani pepaya california. Kami meminjam dana dari sebuah bank pemerintah untuk sewa lahan, pembelian bibit, dan pupuk. Hasilnya bisa kami panen setiap pekan, yang kami jual ke tengkulak. Sebenarnya cara ini tidak efektif untuk mendapatkan keuntungan, mengingat modal yang kami miliki adalah pinjaman dari bank. Pada saat itu, aku menjadi petani termuda di desaku. Aku masih belum memiliki pengalaman, dan belum mengetahui seluk beluk bisnis pertanian.

Untuk menutupi kekurangan, kami terus mencoba berbagai tanaman lain seperti merica, jenitri, pisang, serta tanaman musiman seperti padi dan tembakau. Di tahun 2023 ini, kami kehabisan modal dan tidak dapat membayar sewa lahan. Usaha pertanian pepaya pun terhenti. Meskipun begitu, aku terus merawat sisa tanaman yang ada, sembari berharap akan kembali memiliki modal untuk bertani lagi.

Pada Oktober 2022, aku diajak Ibu Warisem untuk mengikuti kelas Akademi Paradigta Indonesia Kewirausahaan. Ibu Warisem adalah tanteku, dan sejak Agustus 2022 aktif terlibat dalam kegiatan Pekka. Ia banyak menjelaskan mengenai Akademi Paradigta Indonesia. Alhamdulillah, suamiku mengizinkanku untuk ikut, dengan syarat anak-anak tidak telantar. Aku telah terbiasa mengatur waktu sejak kecil. Aku pun telah  membiasakan anak-anak untuk mandiri.Apa yang diminta suamiku adalah kewajibanku sebagai istri, sehingga aku tidak merasa berat melakukannya.

Aku baru memahami Yayasan PEKKA, termasuk tujuan dan program-program dari lembaga ini, setelah beberapa kali mengikuti kelas Akademi Paradigta Indonesia Kewirausahaan. Organisasi ini bertujuan untuk membuat perempuan yang berstatus sebagai kepala keluarga berdaya, terutama secara ekonomi. Akademi Paradigta Indonesia adalah salah satu cara untuk merekrut kader-kader Pekka, yang bertujuan membentuk ekonomi solidaritas dalam wadah yang disebut serikat Pekka.

Semakin banyak materi yang diajarkan dalam Akademi Paradigta Indonesia Kewirausahaan, semakin aku tertarik untuk mengikuti kelas sampai selesai. Aku paling berkesan dengan materi tentang Sungai Kehidupan. Pada titik ini, aku merasa sangat bersyukur atas karunia-Nya selama ini. Sebagian besar akademia, begitu peserta Akademi Paradigta Indonesia disebut, membagi kisah pedih dalam hidupnya.

Aku selalu bersemangat selama mengikuti kelas. Setiap ada tawaran untuk mengikuti kegiatan di luar kelas, aku selalu yang pertama. Kegiatan di luar kelas itu termasuk berkunjung ke pemerintah desa, ke kantor-kantor dinas di kabupaten, mengunjungi tokoh masyarakat dan tokoh agama. Bagiku, kesempatan ini tidak datang dua kali.

Kegiatanku bersama alumni Akademi Paradigta Indonesia Kewirausahaan membuka kesempatan untuk menjadi lebih kreatif, terutama dalam menambah pendapatan keluarga. Bersama mereka, aku memproduksi tempe, meski masih dalam skala kecil. Kegiatan kami ini dinilai positif oleh pemerintah desa, dan mereka berjanji untuk membuat sebuah surat keputusan yang akan mendukung usaha kami, apabila kami berhasil membawa perubahan ekonomi di desaku. Janji ini menjadi tantangan dan penyemangat untukku secara pribadi, juga bagi kelompok produksiku. Usaha produksi tempe kami bahkan telah dikunjungi perwakilan dari INKLUSI, yakni sebuah program kemitraan antara pemerintah Indonesia dengan Australia.

Keinginanku di masa kecil untuk berpendidikan tinggi terwujud melalui Akademi Paradigta Indonesia Kewirausahaan ini. Meskipun bukan sekolah formal, tetapi banyak sekali hal yang dapat aku pelajari. Melalui Pekka, aku telah berhasil mencapai keinginan-keinginanku, di antaranya adalah berorganisasi, juga mendapatkan jalan untuk memperoleh penghasilan melalui produksi tempe. Aku bahkan bisa ke Jakarta untuk mengikuti Training of Trainers untuk menjadi Mentor Akademi Paradigta Indonesia Kewirausahaan. Aku dapat berkumpul bersama perempuan-perempuan hebat dari berbagai wilayah di Indonesia, dan pencapaian ini membuatku bangga. Terima kasih, Pekka.

Bagikan Cerita Ini

Cerita Terkait

Leave a Comment