Mandiri dan Kuat Berkat Ilmu dan Kesempatan untuk Menebar Manfaat
Kisah Diri Saprida

Aku menemukan solusi di saat merasa dunia ini amat tidak adil. Kapasitas diriku menguat melalui kegiatan-kegiatan yang diadakan Pekka.

Aku bernama Saprida. Aku lahir di Kampung Payo Lebar yang merupakan bagian dari Desa Mangun Jayo, Kecamatan Muko-muko Bathin/ Batin VII, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Ketika aku lahir, yakni pada Januari 1985, kampung ini amat terpencil. Kampung tempatku dilahirkan ini letaknya jauh dari kota. Penduduknya harus berjalan kaki hingga 14 kilometer untuk ke pasar. Hanya orang-orang tertentu yang memiliki kendaraan bermotor.

Aku memiliki dua kakak dan dua adik. Orang tuaku bekerja sebagai petani karet. Mereka memberiku nama Saprida karena terinspirasi seorang anak yang pintar membaca Al-Quran. Mereka berharap dengan memberiku nama yang sama dengan anak itu, aku dapat membaca Al-Quran dengan baik, dan menjadi kebanggaan mereka.

Saat berusia 7 tahun, aku mulai bersekolah di SD 31 Mangun Jayo. Aku sempat tidak bersekolah selama 4 bulan ketika duduk di kelas 2, karena mengalami cedera mata akibat jatuh dari pohon saat bermain. Setelah tamat, aku meneruskan ke sebuah madrasah tsanawiyah yang jaraknya sekitar 2 kilometer dari rumah. Aku menempuhnya dengan berjalan kaki, karena di kampungku tidak ada kendaraan umum sama sekali.

Setelah lulus dari madrasah tsanawiyah, aku tidak melanjutkan sekolah. Orang tuaku tidak mampu membiayai, karena semakin tinggi pendidikanku, semakin tinggi pula kebutuhan yang harus dipenuhi. Aku memilih untuk bekerja sebagai buruh babat (tebang kayu), seperti kebanyakan penduduk di desaku. Kemudian, dengan sedikit keberuntungan, aku bisa bekerja di Dinas Kebersihan sebagai anggota pasukan oranye, yang bertugas menyapu jalan raya.

Pekerjaan sebagai penyapu jalan mempertemukanku dengan suami. Kami berpacaran selama satu tahun, dan setelah itu, kami memutuskan untuk menikah. Usiaku baru 18 tahun pada saat itu. Kami dikaruniai 2 anak laki-laki, yang saat ini masing-masing telah berusia 18 tahun dan 16 tahun.

Setelah menikah, aku diboyong suami ke kampung halamannya, yakni di sebuah desa di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Kami tinggal di rumah orang tuanya. Selama tinggal di Wonosobo, aku sama sekali tidak pernah pulang ke tempat kelahiranku.

Pada September 2014, suamiku merantau ke Jakarta. Saat itu, anak bungsuku berusia 6 tahun. Selama 6 bulan pertama, suamiku masih menjaga komunikasi denganku dan anak-anak. Ia pun tidak pernah absen mengirimiku uang. Ia hanya tidak pernah pulang ke Wonosobo. Menginjak tahun ke-2 ia merantau, uang kirimannya mulai jarang datang. Lama kelamaan, ia tidak pernah mengirim kabar, apalagi nafkah untuk kami bertiga, bahkan sampai 8 bulan lamanya.

Aku pun mencari tahu keberadaan suamiku. ternyata, ia telah menikah lagi. Apalagi, ketika aku berhasil meneleponnya, ia dan istri barunya telah memiliki bayi berusia 4 bulan. Duniaku terasa hancur. Aku merasa dunia ini tidak adil bagiku.

Tetap Kuat demi Anak

Meskipun hatiku hancur, aku bertekad untuk tetap kuat, demi kedua anakku. Aku memutuskan untuk kembali ke Bungo, kampung halamanku. Saat berpamitan dengan mertuaku, aku sampaikan bahwa anak mereka telah memiliki istri dan anak di Jakarta. Namun, yang mengherankan adalah, suamiku tidak mau bercerai dariku.

 

Setelah kembali tinggal di Bungo, aku bekerja di sebuah restoran milik orang Cina. Aku bekerja di bagian memasak, yang jam kerjanya dimulai pada pukul 6 pagi, dan baru berakhir pukul 6 sore. Aku hanya diberi libur 1 hari dalam sebulan. Aku tetap menjalani pekerjaan itu, meskipun aku menderita sakit paru-paru selama 2 tahun. Aku bahkan pernah pingsan di tempat bekerja.

Pada 2016, aku menyusul suami ke Jakarta bersama anak-anak. Aku meminta kejelasan mengenai status pernikahan kami. Ia pun memberiku talak, dan keputusan itu aku ajukan ke Pengadilan Agama Kabupaten Bungu. Aku mendapat Surat Cerai pada 2018.

Tantangan terbesar setelah bercerai adalah menjawab pertanyaan anak-anakku mengenai keberadaan ayah mereka. Pertanyaan itu selalu membuat hatiku semakin pilu. Aku tetap menjelaskan kepada mereka, apa yang membuat kami berpisah. Aku bersyukur, keluarga selalu mendampingiku dan mendukungku dari segi ekonomi. Semua itu memberiku semangat dalam menjalani kehidupanku yang terasa begitu keras.

Aku tidak pernah terlibat dalam kegiatan apa pun di desa. Aku merasa aku hanya orang biasa, yang harus berjuang memenuhi kebutuhan ekonomi dan biaya sekolah anak-anakku. Setelah dua tahun bekerja di restoran milik orang Cina tadi, aku berhenti dan memilih untuk berjualan sate di dekat sebuah madrasah ibtidaiyah di desaku. Selain berjualan, aku juga mendapat pekerjaan sebagai tukang kebun dan membersihkan sekolah. Pekerjaan ini aku lakoni sampai sekarang.

Pada Mei 2022, desa kami kedatangan seorang kader Pekka dari Jakarta. Ibu Sundari namanya. Beliau mengadakan sosialisasi mengenai Yayasan PEKKA dan gerakan perempuan kepala keluarga di Balai Desa. Aku mendapat undangan untuk menghadiri acara tersebut. Aku pun merasa tertarik dan memutuskan untuk datang.

Ibu Sundari menyampaikan bahwa Yayasan PEKKA tidak akan membagi-bagikan uang. Namun, ia datang untuk menyampaikan ilmu dan pemahaman, bahwa perempuan kepala keluarga bukanlah makhluk yang lemah. Ia bersama teman-teman dari Yayasan PEKKA ingin membuat para janda berdaya, agar lebih diakui dan tidak diabaikan.

3 hari setelah pertemuan di Balai Desa, Ibu Sundari kembali datang menemui kami. Dalam pertemuan tersebut, kami yang hadir sepakat untuk membentuk kelompok, yang kami beri nama Kelompok Pekka Mangun Jayo. Kami juga memilih pengurus, dan aku juga sebagai ketua kelompok. Sampai Januari 2024, kelompok kami belum melakukan kegiatan apa pun. Namun, kami sudah berencana untuk membuat kerajinan tangan dari pembungkus sabun cuci dan pewangi pakaian, yang akan dibuat menjadi tikar atau tas belanja.

KLIK PEKKA Menebar Manfaat

Kami diberi materi penguatan oleh Ibu Sundari, berupa Pelatihan Visi, Misi, dan Motivasi Berkelompok. Setelah itu, kami diajak untuk terlibat dalam kegiatan yang disebut KLIK PEKKA yang diadakan di 10 desa dari 2 kecamatan yang ada di Kabupaten Bungo. Di desaku, Desa Mangun Jayo, KLIK PEKKA diadakan pada 20 Juli 2023. Kami berupaya meringankan beban desa dengan melayani masyarakat yang memerlukan pendampingan dalam pembuatan dokumen identitas seperti Akta Kelahiran, Akta Kematian, KTP, dan Kartu Keluarga. Kami melayani 87 orang dan menangani 105 kasus dalam KLIK PEKKA ini. Keberhasilan kegiatan ini tercermin dari harapan Datok Rio Mangun Jayo, Bapak Umar, yang menginginkan KLIK PEKKA diadakan setiap 3 bulan.

Seusai KLIK PEKKA, banyak anggota masyarakat di sekitar tempat tinggalku yang memintaku untuk menemani mereka ke kantor-kantor dinas untuk mengurus keperluan mereka, seperti pembuatan Akta Kelahiran, KTP, dan Kartu Keluarga. Tentu saja, aku dengan senang hati mendampingi mereka, karena aku tahu, mereka sama sekali tidak tahu bagaimana proses mengurus dokumen-dokumen tersebut.

Selain materi penguatan kapasitas diri sebagai perempuan kepala keluarga, aku juga diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan tata rias yang diadakan Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Bungo. Pelatihan ini benar-benar membantuku dalam menambah pendapatan. Keahlian yang aku dapatkan dari pelatihan ini membuat banyak tetangga yang meminta untuk dirias ketika mereka hendak datang menghadiri acara penting.

 

Perubahan pada diriku yang menjadi lebih mandiri membuat pandangan orang-orang di sekitar tempat tinggalku berubah. Awalnya mereka sama sekali menganggap kegiatan Pekka tidak penting. Namun, perubahan positif di diriku dan kawan-kawan anggota kelompok Pekka yang mampu membantu masyarakat membuat pandangan mereka itu berubah. Pekka benar-benar memberiku kesempatan untuk mendapat kehidupan lebih baik. Aku mendapatkan jalan ini justru ketika aku merasa kehidupan ini amat tidak adil.

Aku berharap Pekka lebih maju dan bisa memperluas wilayah kerjanya. Kegiatan-kegiatan yang diadakan Yayasan PEKKA berdampak baik pada masyarakat, berkat sistem kerja yang sangat baik dan rapi.(*)

 

Bagikan Cerita Ini

Cerita Terkait

Leave a Comment