Dari Tulang Punggung Keluarga Ke Pengorganisir Kelompok Pekka

Ayah yang berpoligami dan terpaksa menikah karena dijodohi adalah pengalaman pahit yang harus aku jalani. Kehidupan pahit di masa lalu menjadi penyatu semangat para perempuan kepala keluarga di seluruh Indonesia bersama Pekka.


Kampung Bantar Muncang, Desa Sekarwangi, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi merupakan  tempat kelahiran dan tempat aku dibesarkan. Di desa ini pula aku tinggal. Desa Sekarwangi merupakan perluasan  Kelurahan Cibadak, yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai buruh tani tanah bengkok milik desa. Di musim kemarau tanah itu biasa ditanami palawija, sedangkan bila di musim hujan ditanami padi. Hasil panen dibagi dua, separuh untuk penggarap, dan bagian lain untuk pendapatan desa.

Saat ini sawah dan kebun itu tidak nampak lagi. Suasana pedesaan kini nampak gersang. Tanah milik penduduk dijual untuk dijadikan perumahan, sementara tanah desa dibangun menjadi gedung olah raga. Lokasi rumahku tergolong strategis karena cukup dekat akses layanan publik seperti rumah sakit, pusat perbelanjaan, dan Pasar Cibadak.

Namaku Evi Lindiana. Aku anak ke-3 dari delapan saudara. Kehidupan masa kecilku tidaklah mudah. Secara ekonomi, kami sekeluarga hidup serba kekurangan. Gaji bapakku sebagai guru PNS pada saat itu tentu saja tidak dapat diandalkan. Apalagi, bapakku berpoligami.

Untuk menutupi kekurangan ekonomi, ibuku berjualan gado-gado di samping jalan kampung yang sering dilewati orang. Ibuku hanya menggunakan meja kayu untuk menjajakan jualannya. Aku dan saudaraku pun harus ikut bekerja. Semua anak perempuan diajari cara meracik gado-gado, sehingga kami bisa bergiliran membantu berjualan, di saat ibu harus mengurus dua orang adikku yang masih kecil. Aku dan adikku juga membantu menjual jajanan anak-anak seperti: teci, rujak, dan jajanan lainnya sambil bersekolah. Sementara, abangku yang duduk di bangku SMP berdagang asongan di jalan raya.

Bapakku jarang pulang ke rumah. Bapak lebih sering tinggal di istri muda. Setiap bulan di tanggal gajian, ibuku sering menyuruh kami mendatangi bapak untuk meminta jatah bulanan. Bukan uang yang kami dapatkan, tetapi caci maki dari istri muda yang terlontarkan. Bapakku biasanya hanya diam saja. Tak sepatah kata pembelaan keluar dari mulutnya untuk kami. Rasanya sangat pedih, air mata menetes sepanjang perjalanan pulang. Kami sering bingung memikirkan apa yang harus dikatakan pada ibu.

Aku menikah di usia 20 tahun dengan laki-laki yang dijodohkan ibuku. Usianya dua kali lipat dari usiaku. Ibuku merasa harus membalas budi, karena laki-laki itu telah banyak membantu perekonomian keluarga kami. Dia adalah tuan tanah di kampungku, dan memiliki usaha tambang bahan baku semen. Aku ingin menolak, tetapi aku diam dan mengiyakan permintaan ibuku. Aku berpikir mungkin ini saatnya aku harus berbakti pada ibuku; juga demi adik-adikku yang masih kecil dan harus bersekolah. Setelah menikah, aku mengajak 4 orang adikku untuk pindah ke rumah suamiku.

Prahara pernikahan dimulai pada tahun kedua perkawinan kami. Sifat aslinya muncul: berjudi dan  mabuk-mabukan. Dia juga sering melontarkan kata-kata kasar yang tidak saja ditujukan kepadaku tetapi juga ke keluargaku lainnya, termasuk ibuku. Dia tidak pernah mau mendiskusikan masalah yang terjadi, menurutnya semua masalah hanya bisa diselesaikan dengan uang.

Pada usia keenam tahun perkawinan, usaha suamiku pun menurun dan modal habis karena ditipu teman kerjanya. Aku kemudian memutuskan bekerja di pabrik pembuat boneka di bagian pengawasan kualitas.

Satu masalah belum terselesaikan datang lagi masalah baru, adikku  bercerai karena suaminya berselingkuh. Setelah proses perceraian selesai, adikku menitipkan kedua anaknya yang masih kecil kepadaku karena dia akan bekerja menjadi TKW di Malaysia. Setelah hampir 5 tahun bekerja aku berhenti dari pabrik tersebut karena harus mengurus anak-anak adik yang masih kecil. Namun aku tetap membawa pekerjaan jahitan di rumah sambil berjualan warungan.

Aku berharap bisa memperbaiki hubunganku dan bisa membuang rasa benciku dengan suamiku dengan  kehadiran anak-anak dari adikku. Setengah harapanku terpenuhi, suamiku mulai berubah dan tidak lagi kasar dengan keluargaku, namun sikapnya masih tetap sama kepadaku. Aku sembunyikan ketidakharmonisan kami di depan di depan ibuku demi menjaga perasaannya. Segala upaya aku tempuh demi saudara dan nama baik keluargaku.

Aku tidak berani mengambil keputusan untuk kehidupanku sendiri. Orang tua dan adik-adikku menjadi pertimbangan yang memberatkanku. Pernah terpikir untuk bercerai, namun kuurungkan. Seringkali aku merasa iba saat melihat ibu dan adik-adikku. Bagaimana nasib mereka nanti jika aku bercerai. Aku mengkhawatirkan omongan orang yang akan menyalahkan keluarga kami dan menganggap kami sebagai orang yang tidak tahu balas budi. Biarlah waktu yang berbicara hingga suatu saat nanti keadilan berpihak kepadaku.

Pada tahun 2010,  ada pendataan Sistem Pemantauan Keluarga Berbasis Komunitas (SPKBK) Pekka. Saat itu, sebagai kader di desa aku diminta oleh Bapak Kades untuk mengikuti kegiatan tersebut. Aku terpilih menjadi koordinator pendataan untuk Desa Sekarwangi. Tugasku sebagai koordinator adalah melakukan supervisi hasil pendataan dari teman lainnya dan membuat rekap laporan ke Serikat Pekka. Aku  dipilih oleh Pak Kades karena aktif sebagai kader Posyandu dan PKK di desa.  Dari kegiatan SPKBK inilah aku mulai mengenal beberapa kader lain di Pekka.

Tertarik dengan penjelasan tentang kegiatan Pekka dari Bu Neneng Sepuh, seseorang kader Pekka, aku membentuk kelompok Pekka di lingkungan tempat tinggalku pada tahun 2012. Kelompok Pekka itu kami beri nama Jembar Wangi. Kegiatan pembentukan kelompok itu dihadiri oleh Rumnasih dan Mbak Firta, pendamping lapang Pekka di Jawa Barat. Setelah lima bulan pembentukan kelompok, anggota Pekka Jembar Wangi mendapat peningkatan kapasitas berupa Pelatihan Visi, Misi, dan Motivasi Berkelompok yang difasilitasi oleh Teh Mibnasah Rukanah.

Aku kemudian terlibat dalam kegiatan-kegiatan Pekka lainnya. Pada tahun 2013, aku menjadi panita pelaksanaan Pelayanan Terpadu (Yandu) Isbat Nikah di Desa Karang Tengah. Pada tahun yang sama aku diminta untuk menggantikan Ibu Ain mengikuti Pelatihan Community Organizer dan Pelatihan Kepemimpinan di Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Sejak itu banyak pelatihan lainnya yang saya ikuti sehingga pada tahun 2015, aku terpilih menjadi sekretaris Koperasi Pekka.

Tahun 2016, aku  diangkat Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menjadi pendamping lapang Pekka Kabupaten Sukabumi, dan pada tahun 2018, aku diangkat menjadi pendamping lapang Pekka Provinsi Jawa Barat sampai sekarang, untuk menggantikan almarhumah Rumnasih. Tugasku yang baru adalah membentuk dan mendampingi kelompok Pekka.

Pada tahun 2019, aku diminta oleh Yayasan PEKKA untuk melakukan perluasan wilayah Pekka di Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur. Aku sempat menolak, khawatir tidak mampu melaksanakan tugas itu. Namun saat itu Mbak Nunung Nurnaningrum dan Mbak Desi dari Yayasan PEKKA meyakinkanku, bahwa aku mampu. Mereka juga akan mendampingiku. Pendampingan di Trenggalek aku lakukan hingga Maret 2020 saat Pandemi Covid-19 dinyatakan merebak di Indonesia. Pada tahun 2022, aku diminta mendampingi Serikat Pekka Kabupaten Pandeglang. Tugasku utamaku adalah menguatkan kader dan pengurus serikat di sana.

Pada tahun  2022, aku mendapatkan kepercayaan dari Serikat Pekka sebagai koordinator wilayah untuk Pekka Kawasan Kalimantan. Aku terpilih melalui Musyawarah Nasional Federasi Serikat PEKKA.

Pengalaman Mengorganisir Wilayah

Atas rekomendasi dari teman-teman, Mbak Nunung memintaku untuk melakukan perluasan wilayah Pekka di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Tugas ini adalah dalam rangka membantu Mbak Desi untuk melanjutkan perluasan wilayah Pekka.

Aku berangkat ke Kabupaten Trenggalek untuk kali pertama bulan Agustus 2018. Inilah pertama kalinya aku pergi jauh dari rumah, sendirian lagi. Meski diliputi cemas, aku berhasil tiba di Desa Dongko, desa yang menjadi tujuanku. Setelah itu, aku berangkat ke Trenggalek setiap bulan, hingga Maret 2019.

Di wilayah Trenggalek, aku mendampingi para kader di kabupaten ini membentuk dan memperkuat kelompok Pekka. Hingga terbentuk 50 kelompok yang tersebar di 6 desa di dua kecamatan. Pendampingan ini terpaksa dihentikan karena merebaknya wabah Covid-19 pada 2020.

Di tahun 2021, aku melakukan penguatan Serikat Pekka Kabupaten Pandeglang, Povinsi Banten. Penguatan ini perlu dilakukan karena pengurus serikat yang kurang aktif, serta banyaknya kelompok yang mati suri. Untuk pertama kalinya, aku memfasilitasi Training of Trainers untuk Forum Perempuan Desa (FPD). Kegiatan lain yang aku lakukan di kabupaten ini adalah memberi pembinaan pengelolaan administrasi serikat, pembentukan kelompok baru, dan mengadakan kunjungan ke lembaga-lembaga pemerintah yang ada di Kabupaten Pandeglang.

Satu tahun berikutnya, aku terpilih menjadi pengurus Federasi Serikat Nasional Pekka sebagai koordinator untuk wilayah Kalimantan. Pada September di tahun yang sama, aku bergerak ke Kabupaten Bulungan bersama Siska Erika Apriliani (Mbak Lia), didampingi Mbak Nunik Sri Harini dari Yayasan PEKKA. Tujuan kami adalah memfasilitasi Forum Pemangku Kepentingan (FPK), sosialisasi program PEKKA INKLUSI di hadapan Organisasi Perangkat Desa Kabupaten Bulungan.

Aku bersyukur, semua peserta yang hadir dalam Forum Pemangku Kepentingan mendukung program-program Pekka yang diadakan di Kabupaten Bulungan. Kegiatan kami dilanjutkan dengan kunjungan ke kantor kecamatan-kecamatan, dengan didampingi oleh staf dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Bulungan, serta kunjungan ke desa-desa yang didampingi oleh Tenaga Kesejahtetaan Sosial Kecamatan (TKSK).

Pembentukan Serikat Pekka Desa tidak semudah yang dibayangkan. Banyak kendala yang harus aku dan Mbak Lia hadapi, terutama ketika harus mencapai wilayah yang jauh di pedalaman tanpa diantar oleh kader lokal. Namun, kami tetapi tidak putus asa dan terus melakukan kunjungan ke desa-desa untuk menyepakati jadwal sosialisasi Program PEKKA INKLUSI dan pembentukan Serikat Pekka Desa.

Ketika kami melakukan kunjungan ke sebuah desa, sang kepala desa ada yang bertanya, “Oh ini kumpulan perempuan janda-janda?” Ada juga yang berkata, “Jangan-jangan dengan adanya Pekka banyak perempuan yang minta cerai kepada suaminya.”

Setelah mendengarkan penjelasan tentang program Pekka, akhirnya mereka paham bahwa Pekka merupakan organisasi perempuan yang membantu program pemerintah, khususnya untuk kaum perempuan dan masyarakat marginal. Ada permintaan dari camat untuk membentuk Serikat Pekka ke desa yang mayoritas penduduknya berasal dari suku Dayak. Jalan terdekat menuju desa tersebut adalah dengan menyeberangi sungai. Alih-alih takut, aku malah merasa tertantang dan penasaran. Aku ingin membuktikan, bahwa mereka tidak seperti yang dibicarakan orang di luar sana.

Kendala besar yang aku hadapi dalam melakukan perluasan wilayah Pekka di Kabupaten Bulungan adalah kesulitan dalam mengadakan pertemuan. Hal ini disebabkan oleh kondisi para perempuan kepala keluarga yang harus berpindah. Sistem pertanian mereka yang berpindah-pindah, sehingga mereka harus menginap di ladang dan baru pulang setiap minggu. Sementara, untuk kelompok yang mayoritas anggotanya beragama Nasrani, pertemuan tidak bisa dilakukan di hari Minggu. Aku harus menyesuaikan jadwal mereka untuk bisa mengadakan pertemuan. Setelah melakukan 4 kali kunjungan di Kabupaten Bulungan, telah terbentuk 13 Serikat Pekka Desa dan 1 Serikat Pekka Kelurahan di 4 kecamatan. Jumlah anggota yang tercatat hingga saat ini mencapai 292 orang.

Mengorganisir Forum Pemangku Kepentingan

Pemangku kepentingan merupakan aktor penting yang memiliki mandat dan kewenangan, serta kompetensi dalam memberikan layanan informasi dan konsultasi pemenuhan layanan dasar, perlindungan sosial dan hukum bagi masyarakat miskin dan marginal.

Oleh karenanya, Pekka perlu menyelanggarakan Forum Pemangku Kepentingan (FPK) agar bisa melakukan koordinasi dengan lembaga pemerintahan sebelum melakukan kegiatan di sebuah wilayah. Pada Selasa, 4 Juli 2023, aku mendampingi kader Pekka di Kabupaten Bulungan untuk mengadakan FPK kedua yang pernah diadakan di kabupaten ini. FPK sebelumnya dilakukan di Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Kalimantan Utara. FPK pertama tersebut dilakukan untuk mensosialisasikan program PEKKA-INKLUSI ke instansi-instansi pemerintah Kabupaten Bulungan.

Meskipun pada FPK pertama para pejabat  DP3AP2KB Provinsi Kalimantan Utara menyambut baik program yang ditawarkan Pekka, tanggapan yang bertolak belakang kami dapatkan dari DP3AKB Kabupaten Bulungan. Pertanyaan tentang siapa yang akan mengelola dana program tersebut ditanyakan berulang-ulang. Juga ketika kami mengadakan kunjungan ke kantor DP3AKB Kabupaten Bulungan sebagai tindak lanjut FPK tingkat provinsi. Mereka berkali-kali mengatakan bahwa SDM DP3AP2KB yang terbatas, sedangkan pekerjaan yang harus dilakukan banyak. Mereka memberi kesan bahwa program yang kami tawarkan hanyalah beban dan tambahan pekerjaan.

Meski demikian, kami tetap optimistis dalam menyelenggarakan FPK kedua ini. Kami memulainya dengan menemui Kepala Dinas dan beberapa pejabat di Kantor DP3AP2KB Kabupaten Bulungan untuk memperkenalkan Pekka, dan mensosialisasikan rencana kegiatan FPK.

Kepada Ibu Kepala DP3AP2KB Kabupaten Bulungan, aku menjelaskan tujuan FPK dan meminta kesediaan kantor dinas yang beliau pimpin untuk memfasilitasi kegiatan ini. hasilnya adalah, DP3AP2KB akan memfasilitasi undangan yang dikirimkan kepada Organisasi Perangkat Daerah.

Bagi ibu-ibu pekka yang ada di Kabupaten Bulungan, ini adalah kali pertama mereka masuk ke kantor pemerintahan. Oleh karena itu, aku berusaha memberi contoh yang terbaik bagi mereka, bagaimana caranya berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pejabat pemerintah.

Sayangnya, tidak semua Organisasi Perangkat Daerah yang ada di Kabupaten Bulungan mau menerima kedatangan Pekka. Ada yang mengatakan kepala dinas mereka sedang tidak ada, ada yang melempar kami ke sana kemari hingga berujung ke bagian Tata Usaha, ada pula yang mengatakan bahwa hal yang kami tawarkan bukan wewenang mereka.

Aku memang kecewa. Namun, aku tidak memperlihatkan perasaanku kepada ibu-ibu pekka. Aku tetap memberi semangat kepada mereka. “Jangan diambil pusing. Jangan kapok berkunjung ke pemerintah. Ini kerja-kerja yang akan dilakukan oleh kader ke depan. Perjalanan kita masih panjang. Kita buktikan bahwa Pekka bisa meskipun tidak semua lembaga pemerintah mendukung,” kataku. Semangat kami bangkit ketika mengunjungi Kantor Bappeda Kabupaten Bulungan. Ibu Leni, yang menerima kami menyatakan dukungannya terhadap program Pekka.

Forum Pemangku Kepentingan Kabupaten Bulungan diadakan keesokan harinya. Di luar dugaanku, masing-masing OPD yang hadir diwakili oleh lebih dari satu orang. Mereka semua ingin tahu lebih banyak tentang Pekka.

Acara berlangsung hikmat dan sangat hidup pada saat sesi tanya-jawab. Semua peserta yang hadir sangat mendukung kehadiran Pekka di Kabupaten Bulungan. Semua OPD bersepakat akan mengirimkan perwakilannya jika yang bersangkutan tidak dapat hadir dalam kegiatan KLIK PEKKA.  Untuk menguatkan dukungan tersebut, semua OPD menandatangani kesepakatan kerja sama.

Saat kami melakukan evaluasi kegiatan, tiba-tiba seseorang datang dan berkata,  “Sudah selesaikah acaranya?” Ternyata ia dari Dinas Pertanian dan Perikanan rupanya. Ia meminta maaf karena surat baru diterima padahal sehari sebelumnya sudah diantar ke kantornya. Dan dinas inilah yang menolak saya dan ibu-ibu Pekka datang berkunjung. Walau demikian, kedatangannya justru merupakan keuntungan untuk menambah lagi dinas yang menandatangani kesepakatan kerjasama.

Program perluasan wilayah Pekka memberi perubahan pada hidup saya, sebagai kader lintas provinsi sekaligus koordinator wilayah. Aku merasa di wilayah yang aku kunjungi, aku dihargai oleh berbagai kalangan. Rasa percaya diriku pun semakin meningkah. Meskipun demikian, aku merasa masih perlu belajar agar masyarakat dan lembaga pemerintah semakin percaya kepadaku sebagai perwakilan Pekka. Semoga Pekka semakin mendapat dukungan dari berbagai kalangan, demi tercapainya target 5 juta anggota di seluruh Indonesia.

Bagikan Cerita Ini

Cerita Terkait

Leave a Comment