Semakin Menguat Di Usia Yang Tak Lagi Muda, Menebar Manfaat Bagi Sesama
Kisah Diri Nurmiati Komaling

 

Aku mengalami kesulitan ekonomi sejak aku kecil. Belum lagi dewasa, aku telah ditinggal Ibu. Baru beberapa tahun menikah, aku bercerai dari suami. Pekka datang menguatkanku, membukakan jalan bagiku untuk menebar manfaat bagi perempuan yang senasib denganku.


Ayahku berasal dari Manado, sementara ibuku berasal dari Sulawesi Selatan. Aku tidak tahu bagaimana keduanya bertemu, tetapi aku lahir di Desa Pejalin, Kecamatan Tanjung Palas, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara, pada 1976. Aku diberi nama Nurmiati Komaling, terlahir sebagai anak ke-7 dari 9 bersaudara.

Kehidupan kami terbilang cukup baik, karena ayahku bekerja sebagai mandor pengawas di sebuah perusahaan kayu. Namun, perusahaan itu tutup pada 1983, dan ayahku tidak bekerja lagi. Untuk menghidupi kesembilan anaknya, orang tuaku menanam padi di sawah, juga berkebun jagung dan pisang.

Keadaan ini membuat kehidupan kami menjadi sulit. Kadang makan pun harus dibagi-bagi, agar cukup untuk kami bersebelas. Ibu sering mencampur jagung dan ubi dengan beras. Terkadang, aku dan saudara-saudaraku disuruh ke sawah setelah pulang sekolah, untuk membantu mereka bekerja di sawah.

Saat SMP, aku harus berjalan kaki selama 2 jam untuk sampai di sekolah. Sementara ketika SMA, aku harus menumpang tinggal di rumah seorang guru SD tempatku bersekolah dulu, Ibu Angun. Sekolahku terletak di Tanjung Selor yang harus ditempuh dengan menyeberang sungai dengan menumpang tambangan perahu, sehingga aku tidak mungkin bolak-balik tiap hari untuk bersekolah.

Ibuku meninggal dunia saat aku masih duduk di kelas 2 SMA, karena kanker rahim. Aku menangis sejadi-jadinya ketika mendapat kabar itu, karena aku tinggal jauh dari rumah orang tua. Setelah lulus SMA pada 1995, aku tidak kuliah. Aku terpaksa mengubur dalam-dalam keinginanku untuk kuliah. Aku mengerti bahwa ayahku hanya seorang petani, dan tidak mampu membiayai kuliahku.

Aku menikah saat usiaku menginjak 21 tahun. Sayangnya, pernikahan kami tidak berjalan mulus, sehingga aku bercerai dari suamiku. Sejak saat itu, kehidupanku betul-betul berubah total. Aku harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kedua anak perempuanku. Kadang-kadang aku bekerja sebagai dari buruh tani di saat musim panen tiba.

Aku bergabung dengan kelompok Pekka yang terbentuk di Desa Pejalin pada Desember 2022. Saat membentuk kelompok, aku terpilih menjadi ketua. Setelah mengikuti beberapa rapat koordinasi, juga Pelatihan Training of Trainers, sedikit demi sedikit aku bisa memahami, apa itu Pekka.

Terlibat dalam KLIK PEKKA

Suatu pagi di bulan Juli 2023, aku bergegas berangkat ke Balai Pertemuan Umum Desa Antutan. Hari itu akan dilaksanakan Pelatihan KLIK PEKKA untuk kader Pekka, yang difasilitasi Mbak Nunik Sri Harini dari Yayasan PEKKA Jakarta.

Setelah menjemput Mbak Nunik di tempat beliau menginap, kami tiba di tempat acara. Ternyata, kantor desa tersebut terletak di bagian ujung desa, di puncak bukit. Sudah ada Mbak Ida Leni Susanti dan Ibu Nursia Untungdaleng dari Desa Antutan yang menanti kedatangan kami.

Selain oleh Mbak Nunik, Pelatihan Bagi Fasilitator Klinik Layanan Informasi dan Konsultasi PEKKA juga difasilitasi oleh Koordinator Wilayah Federasi Serikat Pekka, Evi Lindiana. Selain mengikuti pelatihan, aku dan teman-teman juga mempersiapkan pelaksanaan KLIK PEKKA, seperti menyiapkan meja pendaftaran, juga meja-meja untuk konsultasi dengan dinas-dinas terkait serta podium untuk acara.

Pelatihan ini benar-benar menguatkan pemahamanku mengenai fungsi dan manfaat KLIK PEKKA. Pengetahuan yang dibagi oleh Mbak Nunik dan Teh Evi membuatku merasa siap untuk melaksanakan tugasku sebagai petugas KLIK PEKKA yang akan dilaksanakan keesokan harinya.

Desa Antutan dipilih sebagai lokasi pertama kegiatan KLIK PEKKA di Kabupaten Bulungan atas permintaan Mbak Ida Leni Susanti dan Ibu Nursia, kader Pekka dari desa ini. Mereka ingin membuktikan kepada masyarakat desa, bahwa kegiatan yang mereka lakukan bersama Pekka bersifat positif.

Selama ini, Mbak Ida dan Ibu Nursia, serta perempuan-perempuan kepala keluarga lainnya selalu mendapat stigma negatif dari masyarakat di Desa Antutan. Mereka berpikir, kehadiran KLIK PEKKA dapat mengubah pandangan itu, serta mengubah kehidupan para perempuan kepala keluarga agar menjadi lebih baik.

Keinginan yang kuat ini tercermin dari inisiatif ibu-ibu Pekka di Desa Antutan yang membuat sendiri undangan yang disebarkan kepada masyarakat desa, agar mau hadir di KLIK PEKKA. Apalagi, Pemerintah Desa Antutan mendukung inisiatif para ibu ini. Dukungan datang dari pemerintah desa karena banyak perempuan di desa ini yang tidak bersuami, dan pekerjaan mereka hanya berladang dan bertani setiap hari.

Menurut data yang kami catat, ada 27 orang yang datang untuk berkonsultasi mengenai permasalahan mereka kepada Dinas Sosial, 21 orang berkonsultasi mengenai BPJS, 5 orang yang mengadukan permasalahan mereka kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, dan 1 orang di meja Pengadilan Agama.

Ada satu kasus unik yang aku temui saat KLIK PEKKA ini. Seorang warga dari RT 02, bernama Ina Alui, mengeluh bahwa dia tidak pernah mendapat bantuan dari desa, padahal hidupnya serba pas-pasan. Ibu Ina Alui telah beberapa kali datang ke kantor desa untuk menanyakan bantuan, tetapi tidak pernah mendapat jawaban yang memuaskan. Dia hanya diminta bersabar menunggu giliran untuk mendapatkan bantuan. Ibu Ina Alui merasa diperlakukan secara tidak adil, karena menurut dia, ada tetangganya yang kehidupan ekonominya jauh lebih baik justru mendapatkan bantuan. Padahal, tetangganya ini bekerja di perusahaan sawit, bahkan memiliki mobil.

Trenyuh hatiku mendengar cerita Ibu Ina Alui. Aku teringat kepada nasibku sendiri, sebagai orang tua tunggal yang hidup serba kekurangan. Aku usap pundak Ibu Ina Alui, mencoba membesarkan hatinya. Kemudian, aku menyarankan Ibu Ina Alui untuk mendatangi meja Dinas Kesejahtaraan Rakyat agar bisa mendapat penjelasan lebih banyak mengenai persyaratan untuk mendapatkan bantuan.

Alhamdulillah, KLIK PEKKA yang perdana di Desa Antutan ini berjalan lancar. KLIK PEKKA berikutnya, di Desa Jelarai, Desa Gunung Putih, dan Desa Tanjung Palas Ilir pun dapat kami selesaikan dengan lebih baik, berbekal pengalaman di Desa Antutan. Setelah itu, masih ada 4 KLIK PEKKA di 4 desa yang menunggu untuk dilaksanakan pada September-Oktober 2023.

Aku berterima kasih kepada Mbak Nunik dan Teh Evi yang telah menjadi guru bagi kami, para kader Serikat Pekka Kabupaten Bulungan. Selain itu, aku berharap, apa yang aku dan teman-teman kader Pekka lakukan dapat menjadi motivasi bagi perempuan yang bernasib sama sepertiku, yakni menjalani hidup sebagai orang tua tunggal. Aku berharap masa depanku akan berubah setelah aku bergabung dengan Pekka, karena tidak ada kata terlambat untuk maju. Usia bukan hambatan untuk bisa menyalurkan potensi yang ada di dalam diri kita.

Bagikan Cerita Ini

Cerita Terkait

Leave a Comment