Kemandirian Membukakan Jalan
Erika Siska Apriliani

 

Keadaan ekonomi yang pas-pasan mengharuskanku hidup mandiri sejak kecil. Kesendirian setelah bercerai mendorongku untuk hidup berguna bagi masyarakat bersama Pekka.


Desa Rowoyoso adalah sebuah desa yang ada di Kabupaten Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayan. Pekerjaan ini mengharuskan mereka mencari ikan hingga ke tengah laut, dan jarang pulang. Ada yang baru pulang setelah satu bulan melaut, ada yang enam bulan, dan bahkan ada yang sampai satu tahun.

Keadaan ini membuat banyak perempuan di Desa Rowoyoso berstatus perempuan kepala keluarga. Mereka harus mampu menjaga dan memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, bahkan sampai harus mengambil keputusan karena ditinggal melaut oleh suami mereka.

Di desa inilah aku lahir dan tinggal sampai sekarang. Namaku Erika Siska Apriliani, biasa dipanggil Mbak Lia. Aku lahir pada 1981, sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Bapakku bekerja sebagai PNS. Meskipun mendapat gaji bulanan, tetapi kami harus hidup berhemat karena Bapak terlibat utang dengan bank. Bapak meminjam uang untuk membeli tanah dan membangun rumah.

Untuk mencukupi kebutuhan hidup kami, Ibu membuat es dan makanan kecil yang beliau titipkan ke warung dan kantin sekolah. Terkadang, Ibu juga membuat makanan bila ada tetangga yang memesan. Sejak kelas 2 SD, aku membantu Ibu dengan menjual es di sekolah. Ketika kuliah, aku menjual pakaian dan tas kepada teman-temanku di kampus. Aku tidak malu melakukannya. Aku malah bangga, karena bisa membantu orang tua.

Semasa kuliah, aku aktif berkegiatan di kampus, juga di rumah. Sayangnya, aku tidak langsung mendapat pekerjaan setelah lulus kuliah. untuk mengisi waktu, aku membantu usaha Ibu menjual makanan. Selain itu, aku juga aktif menjadi pengurus Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), bagian dari program PNPM Perkotaan di desaku. Tugasku adalah mengusulkan perbaikan rumah bagi tetangga-tetanggaku yang rumahnya sudah tidak layak huni, termasuk mengusulkan jamban untuk mereka yang belum memilikinya di rumah.

Selama belum mendapat pekerjaan, aku berusaha melamar ke berbagai perusahaan, juga mengikuti tes masuk CPNS. Sampai akhirnya aku mendapat pekerjaan di kantor desa, sebagai pengurus Unit Pengelolaan Keuangan yang menangani simpan-pinjam di desa.

Aku menikah dengan seorang duda yang berprofesi sebagai pengrajin sangkar burung. Awalnya kehidupan kami harmonis dan bahagia. Namun, sejak pandemi Covid-19 merebak, kehidupan ekonomi keluarga kami turun drastis. Suamiku mulai sering marah tanpa sebab. Perselisihan kami memuncak ketika aku menasihati anak sambungku. Suamiku tidak terima, dan malah mengusirku dari rumah. Dia bahkan menjatuhi talak.

Selama delapan bulan aku berjuang sendirian untuk hidup, karena orang tuaku sudah meninggal dunia, sementara adikku tinggal di kabupaten yang berbeda. Aku tidak mau statusku digantung, sehingga aku memutuskan untuk mengajukan gugat cerai ke Pengadilan Agama Kabupaten Pekalongan. Kemandirian yang sudah tertanam sejak kecil membuatku tidak kaget menghadapi kehidupan seorang diri. Pengalaman ini aku jadikan pelajaran untuk selalu kuat menjalani kehidupan.

Rasa kesendirianku semakin hilang setelah aku bergabung dengan Pekka pada 2016. Aku dilibatkan oleh fasilitator lapang untuk mengorganisir kelompok Pekka, lalu diangkat menjadi kader. Untuk meningkatkan kapasitas diri, aku diikutsertakan dalam berbagai pelatihan, seperti pelatihan di bidang ekonomi, pelatihan di bidang advokasi, pelatihan untuk mentor Akademi Paradigta, pelatihan untuk Jurnalisme Warga Pekka, dan lain-lain. Semuanya itu memberiku banyak pengetahuan dan wawasan baru, dan membuat kepercayaan diriku semakin kuat. Pengetahuan dan wawasan yang aku dapatkan tidak hanya untuk diriku sendiri, tetapi aku sebarkan kepada ibu-ibu di sekelilingku. Selain pelatihan, banyak kegiatan Pekka yang memberi dampak positif bagi masyarakat. Salah satunya adalah KLIK PEKKA.

Kapasitas diriku semakin bertambah ketika aku terpilih menjadi pengurus Federasi Serikat Pekka di acara Musyawarah Nasional yang diadakan pada 27 Maret 2022 di Hotel Santika Bekasi. Aku diberi posisi sebagai koordinator wilayah, yang salah satu tugasnya adalah memperluas wilayah Pekka. Tugas ini memberi tantangan tersendiri bagiku, karena aku harus mampu beradaptasi dengan orang-orang yang memiliki karakter berbeda, beradaptasi dengan lingkungan baru, juga mempelajari adat istiadat serta kebiasaan di wilayah baru.

Wilayah Yang Diapit Sungai

Pada Desember 2022, aku mendapat tugas untuk agenda perluasan wilayah Pekka di Desa Teras Nawang, Kecamatan Tanjung Palas, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara. Perluasan wilayah kali ini merupakan hasil rekomendasi dari Camat Tanjung Palas.

Setelah menempuh perjalanan menelusuri Sungai Kayan yang menegangkan, aku yang ditemani Teh Evi Lindiana dan beberapa kader Pekka melakukan kunjungan ke Sekretaris Desa Teras Nawang. Kami menyampaikan maksud kedatangan tim Pekka, yakni melakukan perluasan wilayah Pekka di desa tersebut. Setelah mendapat izin, kami mulai menyiapkan agenda sosialisasi Pekka untuk warga desa.

Sosialisasi Pekka kami adakan pada 23 Desember 2022 di Gedung Pertemuan Adat. Acara ini dihadiri Kepala Desa Teras Nawang, yang memberi dukungan penuh pembentukan kelompok Pekka di desa yang beliau pimpin. Bapak Kepala Desa bahkan berharap para anggota tim Pekka memberi bimbingan kepada para warganya, agar kelompok Pekka di desanya bisa berkembang dan memajukan desa. “Terima kasih, sudah mau datang berkunjung ke desa kami yang terpencil ini. Kami akan selalu menunggu kedatangan ibu-ibu,” kata beliau.

Para ibu yang hadir dalam sosialisasi Pekka ini kemudian bersepakat untuk membentuk kelompok, sekaligus menyusun kepengurusan kelompoknya. Mereka juga menyusun kesepakatan yang berisi agenda pertemuan kelompok setiap bulan, serta Pelatihan Visi, Misi, dan Motivasi Berkelompok pada 26 Desember 2022.

Karena bertepatan dengan perayaan Natal, sebagian anggota berhalangan hadir dalam pelatihan. Meski demikian, pelatihan tetap dilaksanakan pada hari yang telah disepakati. Dalam pelatihan ini, ibu-ibu yang datang diminta untuk menceritakan pengalaman hidup mereka, dan melalui cerita mereka tersebut, kami menyelipkan penyadaran akan dampak diskriminasi, keadilan gender, dan patriarki.

Mereka juga diajak untuk menggambarkan cita-cita dan harapan untuk 10 tahun ke depan, dengan cara memilih potongan gambar yang telah disediakan. Kebanyakan peserta memilih gambar uang, sebagai simbol untuk modal usaha.

Kegiatan perluasan wilayah Pekka di Kalimantan Utara memberiku kesan tersendiri. Anggota dan kader Pekka Kabupaten Bulungan amat kompak. Mereka sangat ramah, dan senang berbagi. Dalam perjalanan pulang, aku terus menerus memanjatkah doa di dalam hati. Semoga ibu-ibu Pekka di Kabupaten Bulungan bisa terus berkembang. Lega dan bahagia rasanya, karena telah berhasil melaksanakan tugas sebagai koordinator wilayah di desa yang diapit sungai.(*)

Bagikan Cerita Ini

Cerita Terkait

Leave a Comment