Keterpurukan Tidak Membuatku Berhenti
Kisah Diri Titin Handayani

 

Kesuksesan justru membawaku ke dalam keterpurukan. Aku bangkit kembali berkat peningkatan kapasitas yang diberikan Pekka.


Aku lahir sebagai anak bungsu dari empat bersaudara. Bapakku seorang penjahit yang juga memiliki keahlian merias pengantin. Ibuku seorang guru SD. Kami tinggal di desa yang termasuk wilayah Kecamatan Dongko, berjarak 30 km dari ibukota Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur. Ketika aku lahir di tahun 1970, desaku belum dialiri listrik. Kami menggunakan lampu petromak bila malam telah datang. Aku diberi nama Titin Handayani.

Aku menempuh pendidikan hingga semester 3 jurusan Akutansi. Kuliahku berhenti karena menikah dengan laki-laki pilihanku sendiri, yang berasal satu kampung denganku. Pernikahan kami dikaruniai 2 orang anak, laki-laki dan perempuan.

Saat menikah, kami berdua sama-sama berusaha mandiri. Kami mencoba usaha apa saja, mulai dari bertani, beternak, dan memelihara ikan. Sampai akhirnya suami menjadi pengepul barang rongsokan di rumah yang kami bangun di atas rumah mertua. Sementara, aku meneruskan usaha Bapak yakni merias pengantin dan membuka toko sembako di dekat pasar. Selain itu, suami mencoba usaha baru dengan membangun penyulingan daun cengkeh dan daun nilam untuk menghasilkan minyak atsiri. Alhamdulillah, usaha yang suamiku rintis bisa sukses.

Kesuksesan usaha ini mendorongku untuk kuliah lagi sebuah sekolah tinggi di Treggalek, sementara suamiku mencoba peruntungannya di bidang politik dengan mengikuti pemilihan anggota DPRD pada 2004. Suamiku berhasil menjadi anggota dewan selama dua periode, sementara kesibukan sebagai pebisnis dan istri anggota DPRD membuatku terpaksa berhenti kuliah.

Musibah datang dalam hidupku, ketika suamiku berselingkuh. Saat itu, dia masih menjalani tugas di tahun ke-3 sebagai anggota DPRD Kabupaten Trenggalek untuk periode ke-2. Aku berjuang untuk mempertahankan keutuhan keluarga, tetapi gagal. Aku bercerai pada 2012.

Memulai Dari Nol Lagi

Aku memulai hidupku dari nol lagi sejak bercerai. Sebenarnya, kemandirian bukan hal baru dalam hidupku. Hanya saja, kali ini statusku berbeda. Status yang aku sandang setelah bercerai seringkali dijadikan bahan omongan orang. Apalagi, sebelumnya aku bisa dibilang seorang pengusaha sukses. Namun, itu bukan alasan bagiku untuk terpuruk. Saat masih berada di puncak, aku dan anak-anak tetap hidup sederhana. Kami tidak melulu menggunakan fasilitas yang ada.

Aku dan anak-anak memang keluar dari rumah bersama setelah perceraianku. Aku kembali ke rumah orang tuaku, sementara kedua anakku tinggal di tempat kos. Gengsi tidak pernah terlintas dalam benakku. Aku memulai usahaku lagi sebagai perias pengantin dan pembuat kue. Dari pekerjaan ini, aku bisa membangun rumah sederhana milikku sendiri. Beruntung, aku memiliki teman-teman yang tidak bosan memberiku motivasi dan semangat, agar aku tidak hanya berdiam diri di rumah.

Bertemu Pekka

Aku diundang Kepala Dusun untuk menghadiri pertemuan di rumahnya pada 2019. Pertemuan itu berisi sosialisasi tentang perempuan kepala keluarga, yang dijelaskan oleh fasilitator lapang, Mbak Desi, dan perwakilan dari Yayasan PEKKA, Mbak Eli Hartika Kartini. Dalam pertemuan ini juga bertujuan untuk membentuk kelompok pekka di Dusun Krajan, Desa Dongko. Kelompok ini kami beri nama Kelompok Guyup Rukun, dan aku diangkat menjadi ketuanya.

Setelah pertemuan tersebut, Mbak Desi mengajak pengurus kelompok dan beberapa teman untuk menghadiri Forum Pemangku Kepentingan di Kabupaten Trenggalek. Setelah itu, diadakan Pelatihan Visi, Misi, dan Motivasi Berkelompok dalam pertemuan berikutnya. Dalam pertemuan inilah, aku baru paham tentang tujuan kegiatan pekka, yaitu memberi penguatan kepada perempuan rentan, khususnya perempuan kepala keluarga. Pekka mengajak perempuan untuk menjadi mandiri, mampu bersosialisasi memimpin.

Kegiatan-kegiatan, mulai dari tingkat desa hingga nasional aku ikuti. Pengetahuan dan pengalamanku pun makin bertambah, dan semua itu membuatku dipercaya untuk menjadi koordinator kelompok Pekka di Trenggalek. Kemudian, aku diangkat menjadi Ketua Serikat Pekka Trenggalek pada 2022.

Amanat ini membawaku mengikuti Musyawarah Nasional Federasi Serikat Pekka Indonesia. Dalam acara ini, aku diminta untuk menjadi pengurus federasi. Meskipun ragu, terutama karena mengkhawatirkan kelompok dan serikatku di kabupaten, aku terus menerus mendapat motivasi dari teman-teman di Yayasan PEKKA dan Federasi. Mereka mengatakan bahwa aku masih bisa terlibat dan berkarya bersama teman-teman di Serikat Pekka Kabupaten Trenggalek. Alasan ini membuatku melepas jabatan sebagai ketua Serikat Pekka Kabupaten Trenggalek, dan menerima tawaran sebagai pengurus federasi.

Mengorganisir Wilayah Baru

Setelah diangkat menjadi pengurus federasi, aku ditugaskan untuk mengorganisir wilayah baru di Kalimantan Tengah, tepatnya Kota Palangka Raya. Tugas ini aku mulai tanggal 19 Juli 2022 bersama Minarti, Koordinator Wilayah NTB dan Mbak Nunik Sri Harini dari Yayasan PEKKA.

Instansi pertama yang kami datangi adalah Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Palangkaraya. Kami diterima dengan baik oleh Kepala Dinas, Bapak Sahdin Hasan, dan Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Ibu Ulfa. Mbak Nunik, sebagai perwakilan dari Yayasan PEKKA, menyampaikan tujuan kedatangan kami di Kota Palangkaraya, terutama mengenai Program Inklusi PEKKA.

Aku dan Minarti kemudian melanjutkan kegiatan dengan berkunjung ke Kantor Kecamatan Pahundut dan Kecamatan Jekan Raya. Kunjungan kami adalah untuk meminta izin kepada pemerintah setempat untuk melakukan sosialisasi di enam kelurahan yang ada di Kecamatan Pahandut, yakni: Kelurahan Tanjung Pinang, Kelurahan Panarung, Kelurahan Pahandut, Kelurahan Pahandut Seberang, Kelurahan Langkai, dan Kelurahan Tumbang Rungan. Kami juga meminta izin untuk melakukan sosialisasi di Kelurahan Palangka, Kelurahan Bukit Tunggal, dan Kelurahan Menteng yang ada di Kecamatan Jekan Raya.

Setelah pihak pemerintah di kedua kecamatan itu memberi izin, aku mengunjungi kelurahan-kelurahan yang telah aku sebutkan selama tiga hari. Mereka semua menerima kami dengan baik, dan menyambut program yang ditawarkan Pekka untuk dilaksanakan di wilayah mereka.

Meski demikian, proses pembentukan kelompok di kedua kecamatan itu tidak berjalan dengan mulus. Kami banyak mendapatkan kendala, misalnya dalam menentukan jadwal pertemuan. Banyak ibu-ibu yang kami undang harus bekerja, atau karena mereka sudah masuk dalam kategori lansia.

Kesulitan lainnya adalah, kami juga harus langsung memberikan Pelatihan Visi, Misi, dan Motivasi Berkelompok dalam pertemuan yang membentuk kelompok. Tingginya biaya untuk mencapai tempat pertemuan, juga waktu yang sulit untuk disepakati membuatku dan Minarti harus mengambil langkah tersebut.

Tantangan ini memberiku hasil yang memuaskan. Aku bersama Minarti, juga kader-kader Pekka di Palangkaraya berhasil membentuk 11 kelompok dari 9 kelurahan, dengan jumlah anggota mencapai 310 orang.

Mengorganisir FPK (Forum Pemangku Kepentingan)

Satu tahun kemudian, aku mendampingi kader-kader Pekka di Kota Palangkaraya untuk berkunjung ke kantor-kantor pemerintah setempat. Kami bermaksud melakukan koordinasi dengan para pemangku kepentingan sebagai aktor penting yang memiliki mandat dan kewenangan, juga kompetensi dalam memberi layanan informasi dan konsultasi mengenai pemenuhan layanan dasar, perlindungan sosial, dan hukum bagi masyarakat miskin dan marginal.  Para pemangku kepentingan ini kami harapkan untuk hadir dalam Forum Pemangku Kepentingan, satu tahapan sebelum mengadakan KLIK PEKKA.

Tidak semua kepala dinas di kantor yang kami datangi dapat menemui kami. Hal ini menjadi kendala bagi kami, karena informasi yang akan diterima oleh pimpinan tertinggi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) bisa menjadi tidak jelas. Oleh karena itu, kami meminta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Palangkaraya untuk bersedia menjadi focal point atau titik fokus kegiatan Forum Pemangku Kepentingan dan KLIK PEKKA bagi OPD-OPD yang ada di Kota Palangkaraya.  Selain menjadi focal point, kami juga meminta izin untuk meminjam aula Kantor DP3AP2KB Kota Palangkaraya sebagai tempat acara.

Mendampingi ibu-ibu yang baru menjadi kader Pekka berkunjung ke pemerintah untuk mensosialisasikan program pemberdayaan perempuan kepala keluarga adalah hal baru bagiku. Meski masih diliputi rasa ragu dan kurang percaya diri, aku harus memberi contoh kepada mereka bagaimana cara menemui pihak-pihak yang ada di pemerintahan, mulai dari memperkenalkan diri hingga membahas tujuan kedatangan.

Aku akan senang, apabila ketika Forum Pemangku Kepentingan dan KLIK PEKKA bisa dihadiri oleh seluruh Organisasi Perangkat Daerah yang kami undang. Dengan begitu, para pemangku kepentingan akan memahami program PEKKA dan bersedia mendukung terlaksananya program tersebut.

 

 

Bagikan Cerita Ini

Cerita Terkait

Leave a Comment