Ajakan yang Membukakan Jalan
Kisah Diri Harmiati

Kehilangan pasangan, terlebih karena perceraian, adalah peristiwa yang paling menyedihkan dalam hidupku. Namun, aku harus menerimanya dengan ikhlas, tidak mengeluh. Aku belajar untuk senantiasa bersyukur, mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, dan menjalani kehidupan dengan penuh kebahagiaan.

 Aku lahir di Sanggau, sebuah kabupaten di Kalimantan Barat pada September 1977. Namaku Harmiati. Saat ini, aku tinggal di tepi Sungai Kapuas, tepatnya di Kelurahan Sungai Segkuang, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. Sebagian besar penduduknya mencari nafkah dengan berkebun dan bertani. Ada pula sebagian penduduk yang menanam dan menoreh pohon karet.

Almarhum ayahku juga bekerja sebagai petani. Selain itu, beliau juga berdagang sembako. Beliau menggunakan kapal kecil untuk menelusuri Sungai Kapuas untuk menjual dagangannya. Barang-barang yang beliau jual ditukar dengan barang lain yang kami butuhkan, karena alat pembayaran yang digunakan tidak hanya berupa uang. Pada saat itu, aku masih berusia 2 tahun.

Aku memiliki seorang kakak dan tiga orang adik. Kami hidup sederhana. Meski demikian, aku bisa bersekolah hingga lulus SMA. Aku tidak kuliah. Setelah lulus SMA pada 1996, aku bekerja di sebuah pabrik kayu lapis yang ada di Kabupaten Sanggau. Aku bekerja di pabrik ini selama empat belas tahun. Gaji yang aku dapat lebih dari cukup untuk ukuran seorang perempuan lajang sepertiku.

Aku berhenti bekerja karena menikah di tahun 2011. Suamiku berasal dari Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Usianya 3 tahun lebih muda dariku. Ia bekerja di sebuah rumah makan di Malaysia. Aku pindah ke kota ini setelah menikah, dan tinggal di rumah peninggalan mertua. Sementara, suamiku kembali ke Malaysia setelah kami menikah.

Pernikahanku Hancur

Kegiatanku sehari-hari setelah menikah adalah membantu adik iparku berjualan sembako di rumah. Satu tahun kemudian, suamiku pulang. Namun, hubungan kami malah menjadi tidak harmonis. Kami jadi sering bertengkar hanya karena hal-hal kecil, seperti jarang membalas pesan lewat WhatsApp, tidak bisa ditelepon, dan sebagainya. Lama kelamaan, aku tahu bahwa suamiku punya simpanan di Malaysia. Aku mengetahuinya setelah menemukan foto perempuan itu di dompetnya. Bahkan, foto suamiku bersama perempuan itu menjadi foto profil di telepon genggamnya. Selama 6 bulan suami di rumah, kami sering bertengkar.

Puncaknya adalah ketika pada suatu malam di bulan Desember 2012, kami bertengkar hebat, lalu ia menendangku. Aku berhasil menghindar, sehingga aku tidak terluka. Aku langsung pulang ke kampung halamanku setelah pertengkaran itu. Baru 2 pekan di Sanggau, aku menerima surat gugatan cerai dari suami. Bagaikan tersambar petir rasanya. Waktu itu, aku masih berharap hubunganku dengan suami masih bisa diperbaiki. Aku resmi bercerai pada Mei 2013.

Perkawinanku yang amat singkat membuat hatiku hancur. Aku tidak berhenti berpikir, mengapa, apa sebabnya pernikahanku hancur. Aku mengurung diri di rumah, karena merasa terpuruk dan sakit hati. Aku juga merasa minder untuk keluar rumah. Apalagi bila mendengar gunjingan tetangga, mengapa aku menjadi janda. Di lingkungan tempat tinggalku, tidak ada perempuan yang menjadi janda. Mungkin, akulah satu-satunya janda.

Keluarga memberiku dukungan dan penguatan. Biar bagaimana pun, kehidupan harus tetap berlanjut. Aku tidak boleh patah semangat hanya karena perceraian. Mereka pun memberiku pemahaman, bahwa apabila hubungan yang sudah tidak dapat dipertahankan akan mengakibatkan penderitaan dan tekanan batin. Untuk apa pernikahanku dilanjutkan, apabila membuatku menjadi depresi dan kondisi kesehatan yang buruk.

Namun, tetap saja, menyandang status janda adalah tantangan besar. Ada saja laki-laki yang berkunjung ke rumahku dan mengajakku menikah. “Tidak baik menyandang status janda,” kata salah seorang dari mereka.

Setelah bercerai, aku kembali tinggal bersama orang tua. Aku juga kembali bekerja. Gaji yang aku dapatkan dari pabrik kayu lapis, tempatku bekerja, aku tabung. Aku kumpulkan untuk modal membuka warung sembako di depan rumah. Penghasilanku dari berjualan sembako cukup untuk diriku sendiri.

Perlahan Bangkit dari Keterpurukan

Pada pertengahan Juni 2017, aku didatangi Susanti, teman yang tinggal satu kelurahan denganku. Saat itu, ia memperkenalkan Pekka secara singkat, dan mengajakku bergabung bersama Pekka. Susanti adalah kader Pekka Kabupaten Sanggau. “Mi, yok ikut. Besok ada pelatihan visi dan misi di kelompok perempuan kepala keluarga,” ajak dia.

Penasaran, aku mengiyakan ajakannya. Selama 2 hari, aku megikuti Pelatihan Visi, Misi, dan Motivasi Berkelompok di Jalan Surono, Kelurahan Sungai Sengkuang. Pelatihan itu diselenggarakan selama 2 hari, dan difasilitasi oleh mentor Pekka dari Kota Pontianak, Mailana dan Kartika.

Dalam pelatihan ini, kami diberikan pemahaman tentang kelompok melalui permainan sapu lidi. Peserta pelatihan itu kemudian membentuk kelompok Pekka, yang diberi nama Kelompok Temponai. Aku terpilih menjadi bendahara.

Satu bulan setelah bergabung dengan kelompok Pekka, aku bersama Susanti melakukan pengembangan wilayah Pekka ke Desa Semuntai, Kecamatan Muko. Kami harus menempuh 1 jam perjalanan dengan menggunakan sepeda motor, melalui jalanan berlumpur dan tanah kuning, yang apabila hujan akan sulit untuk dilalui. Di wilayah ini, kami berhasil membentuk 3 kelompok Pekka, yaitu: Kelompok Pepaya, Kelompok Kemantan, dan Kelompok Nangka. Tiga kelompok lainnya kami bentuk di Kelurahan Sungai Sengkuang, Kecamatan Kapuas, yakni: Kelompok Temponai, Kelompok Sengkuang, dan Kelompok Sungai Balik.

Aku merasa, kegiatan-kegiatanku bersama Pekka menyembuhkanku dari keterpurukan. Aku merasa mendapatkan tempat untuk menumbuhkan kembali semangat hidupku yang telah hilang akibat perceraian.

Meski baru bergabung dengan kelompok Pekka, aku diminta untuk ikut dalam Pelatihan Jurnalisme Warga Kalimantan Barat yang diselenggarakan oleh UNDP di Pontianak. Ibu Mailana, yang terus mendampingiku dan Susanti dalam mengembangkan Pekka di Kabupaten Sanggau, menilai aku mampu mengikuti kegiatan tersebut.

Pada 2019, aku dan Susanti mengikuti Pelatihan Paralegal yang diadakan di Pusdiklat Alta Karya, Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pelatihan ini bertujuan melahirkan kader-kader pekka yang dapat membantu masyarakat menangani permasalahan hukum, terutama yang berkaitan dengan dokumen identitas seperti pembuatan Akta Kelahiran.

Pengetahuan yang aku dan Susanti dapatkan dari Pelatihan Paralegal ini kami  bagikan kepada para anggota Pekka di Kelurahan Sungai Sengkuang dan Desa Semuntai, yang masing-masing diikuti oleh 15 orang. Kegiatan kelas paralegal ini diadakan 2 kali dalam satu bulan, dan baru selesai setelah 25 pertemuan. Bagiku, kegiatan ini cukup menantang, terutama jika terjadi kasus KDRT. Korban yang kami datangi selalu mengatakan bahwa ia tidak mengalami apa-apa, meskipun telah kami datangi berkali-kali.

Pelatihan dari Yayasan PEKKA lain yang aku ikuti adalah Pelatihan Mentor Akademi Paradigta Kewirausahaan pada Agustus 2022. Pelatihan ini diadakan di Wisma Hijau, Depok, Jawa Barat, dan bertujuan menguatkan kapasitas perempuan dan kelompok marginal. Setiap peserta diharapkan bisa menjadi perempuan penggerak yang mampu mengorganisir kelompok usaha di desa. Modul dari pelatihan ini mendorong para anggota Pekka di wilayahku untuk membentuk kelompok usaha. Beberapa di antaranya telah melakukan kegiatan usaha seperti membuat keripik pisang, keripik singkong, kue bolu, dan sebagainya. Selain itu, ada pula usaha kelompok seperti membuat anyaman rotan.

Diriku Semakin Kuat

 Di penghujung 2022, para anggota dan kader Pekka Kabupaten Sanggau melaksanakan KLIK (Klinik Layanan Informasi dan Konsultasi) PEKKA. Acara ini diadakan di Desa Semuntai, Kecamatan Mukok, Kabupaten Sanggau. Tingginya angka pernikahan di bawah umur menyebabkan pernikahan tersebut tidak tercatat. Selain itu, banyak masyarakat yang tidak memiliki dokumen identitas, akibat informasi yang menyebutkan bahwa pembuatan dokumen tersebut dikenakan biaya yang besar. Kedua alasan ini menjadi motivasi kami untuk mengadakan KLIK PEKKA. Data-data yang kami peroleh dari kegiatan ini kami serahkan kepada pihak desa untuk ditindaklanjuti.

Kami juga menggelar Diskusi Kampung pada 13 Februari 2023 di Desa Bonti, Desa Sami dan Desa Upe. Ketiga desa ini berada di Kecamatan Bonti, Kabupaten Sanggau. Diskusi ini merupakan strategi Pekka agar para perempuan kepala keluarga dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan di forum diskusi dengan pemerintah desa dan masyarakat.

Di awal September 2023 aku dan dua mentor Akademi Paradigta Kewirausahaan melakukan pengembangan wilayah Pekka di Kecamatan Bonti. Meskipun telah dua tahun mengadakan kegiatan Pekka di kecamatan ini, aku tetap merasa khawatir, karena aku tidak dilengkapi surat tugas dan tanda pengenal dari Yayasan PEKKA. Aku ingin sekali, setiap kader memiliki surat tugas setiap kali melakukan kegiatan-kegiatan Pekka.

Sejak 2017, telah terbentuk 6 kelompok Pekka dengan 57 anggota, yang didampingi 2 kader aktif, yaitu Susanti dan aku sendiri. Pada 13 September 2023, Pekka Kabupaten Sanggau mengadakan Musyawarah Besar (Mubes) di Desa Nusapati, Kecamatan Pinyuh, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Dalam Mubes ini, dibentuk Serikat Pekka Kabupaten Sanggau, juga memilih anggota Badan Pengurus.

Aku terpilih menjadi ketua Serikat Pekka Kabupaten Sanggau. Saat terpilih, aku merasa ada beban yang diletakkan di pundakku. Namun, aku bertekad untuk melakukan yang terbaik demi kemajuan Pekka Kabupaten Sanggau.

Secara perlahan, kegiatan-kegiatan Pekka yang aku ikuti membentuk pola pikirku yang baru. Aku membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat, dengan membuang sampah pada tempatnya. Kebiasaan ini aku tularkan kepada keluarga, teman, dan masyarakat di sekitar tempat tinggalku. Aku juga membantu masyarakat untuk terlibat aktif dalam memproduksi bahan baku yang bisa di dapat di sekeliling kami, seperti rotan, bambu, dan bemban (tumbuhan yang terdapat di sepanjang tepian Sungai Kapuas), sekaligus memasarkannya. Bahan baku tersebut kami olah menjadi produk kerajinan tangan.

Perubahan yang paling aku rasakan dari diriku setelah bergabung dengan Pekka adalah tumbuhnya rasa percaya diri yang kuat, sehingga aku sanggup melakukan perubahan. Aku mampu menyelesaikan masalah dan berani mengambil keputusan. Semua itu bisa aku dapatkan berkat dukungan keluarga. Mereka benar-benar menghargai keputusanku untuk bergabung dan aktif berkegiatan bersama Pekka.(*)

Bagikan Cerita Ini

Cerita Terkait

Leave a Comment