Gembira dan Bersemangat karena Pekka Membuatku Kuat
Kisah Diri Sri Handayani

 

Aku menjadi korban adat yang memaksaku menikah dengan cara kawin lari. Perceraian yang menyakitkan hati memberi tantangan besar bagiku: berjuang mencari nafkah tanpa mengesampingkan anak-anak yang masih memerlukanku sebagai ibu.

Aku bernama Sri Handayani. Aku lahir di penghujung 1989. di Dusun Kemuning, Desa Banyu Urip, Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Aku anak kedua dari lima bersaudara. Ayahku bekerja sebagai buruh bangunan, dan ibuku mencari uang dengan cara berjualan nasi di pasar. Kini, keduanya telah meninggal dunia. Mereka tutup usia dalam jarak waktu hanya tiga bulan.

Desa tempat tinggalku terletak cukup jauh dari kota. Udaranya masih bersih dan sejuk. Penduduknya ramah, dan kebanyakan bekerja sebagai petani dan pedagang. Adat di desaku masih mengikat dengan kuat. Salah satunya adalah mengajak perempuan menikah dengan cara kawin lari. Aku pun menjadi korban dari adat ini, menikah karena dibawa lari.

Aku bercerai tahun 2012. Perbedaan pemikiran dan rasa cemburu yang berlebihan menyebabkan perceraian ini. Lima tahun setelah bercerai, aku mengikuti Akademi Paradigta Desa. Aku terpilih karena sebelumnya aku aktif berkegiatan sebagai kader Posyandu.

Pengalaman dan pengetahuan yang aku dapatkan selama mengikuti Akademi Paradigta, terutama mengenai proses pengurusan dokumen identitas diri, membuatku tertarik untuk bergabung dengan Pekka. Apalagi aku berhasil mengurus perceraianku sendiri, dengan memanfaatkan pengetahuan yang aku dapat ketika mengikuti Akademi Paradigta.

Aku tertarik untuk terus mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan Pekka. Setelah mengikuti Akademi Paradigta Desa, aku terpilih untuk mengikuti Semiloka Nasional Pengembangan Kepemimpinan Perempuan Desa. Acara ini diadakan di Jakarta, 1-2 Februari 2017.

Kegiatan yang diadakan Pekka selalu membuatku gembira dan bersemangat. Tidak aku pedulikan sebagian tetangga yang bertanya-tanya, mengapa aku sering tidak berjualan, dan ke mana saja aku pergi selama tidak berjualan. Lama kelamaan, pertanyaan-pertanyaan yang setengah menghakimiku itu hilang, setelah mereka melihat apa yang aku lakukan di Pekka. Mereka bahkan berbalik memercayaiku, setelah aku menjadi ketua kelompok dan ketua PekkaMart.

Aku terpilih menjadi ketua PekkaMart karena terbiasa berjualan sembako. Setelah menjadi ketua kelompok, aku mengizinkan anggota kelompok Pekka dan beberapa tetangga untuk membeli sembako dengan cara mencicil, dan dibayar setiap bulan.

Membuat Diri Semakin Bermanfaat

Bersama Pekka, aku aktif membantu masyarakat mengurus keanggotaan BPJS dan dokumen identitas. Aku juga sering mendampingi isbat nikah secara prodeo, mewakili desa dalam melakukan pendataan SDG’s, penyandang disabilitas, dan Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM). Selain itu, aku juga pernah menjadi petugas pengawas pemilu, mengajak anggota Pekka dan masyarakat berbelanja di PekkaMart, serta memasang alat kontrasepsi secara gratis.

Aku juga terlibat dalam KLIK PEKKA yang diadakan di Desa Batu Kumbung, Kecamatan Lingsar, serta di Desa Jaga Raga Kecamatan Kuripan pada 2022. Selain itu, aku turut serta dalam Program Advokasi Transparansi Anggaran Desa untuk Sekolah Paralegal. Alhamdulillah, pemerintah desa tempat tinggalku, Desa Banyu Urip, mengucurkan dana sebesar Rp 5 juta untuk program tersebut.

Kemudian, aku berpartisipasi dalam Forum Anak Berdaya. Kegiatan ini melatih remaja di desa tempat tinggalku. Ibu Dwi Indah Wilujeng dari Yayasan PEKKA memfasilitasi kegiatan ini, dan memberikan materi yang berisi pemahaman mengenai perbedaan gender, kategori usia untuk disebut anak-anak, remaja, dan dewasa, serta membuat sungai kehidupan. Dari pelatihan ini, kami juga diminta mendaftar perbedaan pekerjaan laki-laki dan perempuan, mulai dari bangun tidur hingga pergi tidur.

Satu kegiatan yang benar-benar berkesan bagiku adalah ketika aku membantu masyarakat mendata para penyandang disabilitas di tahun 2023. Kegiatan ini aku lakukan atas permintaan Ibu Indri Sri Sembada dari organisasi Kapal Perempuan. Data-data tersebut kemudian menjadi dasar untuk pemberian bantuan berupa kasur, bantal, peralatan mandi, dan kompor.

Tantangan terbesar yang aku hadapi adalah membagi waktu antara kegiatan Pekka, berjualan, dan menjadi ayah sekaligus ibu bagi anak-anakku. Namun, tantangan itu berhasil aku atas. Aku benar-benar menjadi perempuan mandiri dan serba bisa. Pelatihan yang telah aku dapatkan melalui berbagai pelatihan yang diadakan Pekka membuatku kuat. Pengalamanku menjadi beraneka ragam, mulai dari menjadi mentor untuk Pelatihan Paralegal, menjadi mentor untuk Akademi Paradigta, dan bahkan beberapa kali ke Jakarta dengan menumpang pesawat terbang. Sebelumnya, aku sama sekali tidak berani membayangkan, bahwa aku akan ke Jakarta dan naik pesawat terbang.

Masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar rumahku, tidak lagi menyepelekanku. Mereka bahkan menganggapku sebagai perempuan hebat, karena bisa menjadi ibu sekaligus bapak bagi anak-anakku. Aku pun terus belajar, bahwa aku tidak boleh lemah dan mudah berputus asa. Aku benar-benar berterima kasih kepada Pekka.(*)

Bagikan Cerita Ini

Cerita Terkait

Leave a Comment