PEKKA dan Posyandu Melati, Pewangi Hidupku
Kisah Diri Minarti


Menjadi gadis penyangga kehidupan keluarga membawaku berkenalan dengan Pekka. Keaksaraan Fungsional dan Posyandu membantuku menguatkan para perempuan kepala keluarga.


Namaku Minarti, kelahiran Desa Jelantik, Kecamatan Jonggal, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Aku lahir di bulan Mei 1981, sebagai anak bungsu dari 9 bersaudara. Aku besar di Dusun Mentokok, di keluarga sederhana. Sehari-hari kami hanya makan tahu, tempe dan sayuran. Saat ini aku tinggal bersama ibu, sementara kakak-kakakku sudah berkeluarga.

Saat aku masih kelas lima SD, ayahku meninggal dunia. Sejak itu, tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga beralih ke seorang kakak perempuanku. Sejak masuk Madrasah Aliyah Negeri di Lombok Tengah, aku mulai sering membantu kakak ke sawah untuk menanam padi. Dari situ aku mendapat upah untuk membantu ekonomi keluarga. Setelah lulus pun aku masih bekerja di sawah.

Seorang pendamping lapang dari Pekka datang ke dusun tempat tinggalku pada 2003. Mbak Ari namanya. Beliau datang untuk memperkenalkan Pekka kepada ibu-ibu yang diundang untuk datang berkumpul saat itu. Para perempuan yang datang adalah mereka yang sesuai dengan kriteria pekka, yakni janda mati, janda cerai, istri yang suaminya sakit menahun, serta gadis yang menjadi tulang punggung keluarga.

Ibuku termasuk dalam kriteria yang disebutkan tadi, dan beliau bersedia bergabung menjadi anggota Pekka. Sementara kakakku yang merupakan tulang punggung keluarga menolak bergabung, karena lebih memilih fokus mencari nafkah.

Aku sering mewakili Ibu ketika melakukan kegiatan Pekka, di masa awal beliau bergabung. Kegiatan itu berupa menanam padi dan kacang-kacangan di sawah sewaan, atau biasa kami sebut gade sawah (gadai sawah).

Belajar Menjadi Pengajar, Sekaligus Pembelajar

Lama kelamaan, aku mulai aktif bergabung dalam kelompok Pekka. Selain karena ibuku sudah tua, aku masuk kriteria pekka, yakni perempuan atau gadis yang menjadi tulang punggung keluarga. Aku pun mulai diajak pengurus kelompok untuk bekerja, mulai dari menjadi buruh tani dan kader Posyandu.

Di tahun 2006, seorang teman sesama kader Posyandu mengajakku bekerja sebagai guru TK. Aku memenuhi ajakan itu dengan senang hati, meskipun pada saat itu aku masih berstatus relawan dan tidak digaji. Aku pikir, kegiatan ini lebih bermanfaat ketimbang aku hanya berdiam diri di rumah. Pada akhirnya, pekerjaan mengajar di Taman Kanak-kanak membuatku dapat memenuhi kebutuhan keluargaku, karena aku mendapat honor. Honor yang aku terima berasal dari uang SPP para siswa.

Kegiatan yang dilakukan di TK hanya belajar sambil bermain, seperti menanyakan warna puzzle yang sedang dipegang oleh anak-anak. Di sini aku senang bermain bersama anak-anak karena bisa mengajak mereka bermain dan belajar. Aku juga gembira dapat berkumpul dengan para wali murid dan bertukar pikiran. Kami, para guru, mengajak wali murid mengadakan arisan untuk menambah kegiatan sekaligus membantu perawatan bangunan TK.

Dari situlah aku mempunyai keinginan untuk kuliah. Kebetulan waktu itu ada tawaran beasiswa kuliah di Universitas Terbuka. Hidupku sebagai mahasiswa jurusan Pendidikan Usia Dini (PAUD) dimulai tahun 2011. Jadwal belajar kujalani setiap Minggu selama delapan minggu per semester.

Saat memasuki semester tiga, aku diberi tahu bahwa proyek biaya kuliah gratis ternyata sudah berakhir. Merasa sudah terlanjur basah, semangat kuliahku tidak berhenti sampai di situ. Aku mulai membayar kuliah sendiri, sebesar 1,3 juta rupiah sejak semester 6 sampai semester 9. Ternyata, pihak universitas menyatakan bahwa aku belum membayar SPP untuk semester 3 sampai semester 5, yang jumlahnya mencapai 2 juta rupiah.

Kembali aku bingung, bagaimana caranya harus membayar kekurangan uang kuliah. Padahal, saudara-saudaraku sudah ikut membantu membayar uang kuliahku. Perasaanku sangat sedih karena tidak bisa melanjutkan kuliah. Untuk sementara, aku putus asa dan terpaksa ikhlas pada keadaan.

Memasuki tahun 2009, aku diangkat menjadi pengurus kelompok Pekka Melati Dusun Mentokok, karena pengurus lama tidak aktif lagi. Dari situlah aku mulai belajar memperbaiki pembukuan kelompok, karena pembukuan kelompok sebelumnya masih tidak rapi. Aku belajar pembukuan tersebut dari Ibu Raimah dan Hajah Siti Nur Halimah.

Dua tahun kemudian, aku diangkat menjadi sekretaris Koperasi Ahlam Pekka. Di koperasi ini aku terhitung aktif, tapi jarang dilibatkan dalam rapat karena aku tidak bisa menulis cepat. Padahal, tugas utama sekretaris adalah menulis notulensi dan keluar masuk surat. Aku tidak bisa cepat menulis sehingga notulensi rapat ditulis oleh ketua dan bendahara. Aku hanya menangani surat keluar dan surat masuk, meskipun koperasi jarang melakukan kegiatan surat menyurat.

Selain menangani surat, aku juga menulis kuitansi kegiatan koperasi, kecuali bila aku berhalangan datang. Sayangnya, setelah beberapa tahun terlibat, aku mulai jarang datang karena lokasi koperasi yang jauh dari rumah. Aku harus menggunakan jasa ojek motor, yang ongkosnya terlalu mahal.

Setelah gempa bumi mengguncang Lombok Tengah pada 2018, aku mengikuti Program Keaksaraan Fungsional (KF) yang diadakan Sanggar Kegiatan Belajar Belajar (SKB). Program ini mengajarkan baca tulis, berhitung, serta menyusun kata dan kalimat kepada masyarakat yang masih buta aksara.

Peserta kursus ini merupakan anggota Pekka maupun nonPekka. Setelah mengikuti sekolah Keaksaraan Fungsional ini, para ibu peserta mulai bisa membaca. Sebagian peserta mengalami kesulitan membaca akibat gangguan penglihatan, yakni rabun dekat akibat faktor umur. Usai kegiatan ini, mereka mendapat hadiah kacamata baca dari penyelenggara.

Tahun 2021, aku diangkat menjadi sekretaris serikat karena terjadi kekurangan kader dan pengurus di kelompok Pekka. Bulan Juli tahun berikutnya, aku diangkat menjadi bendahara serikat karena bendahara sebelumnya diangkat menjadi koordinator.

Jimpitan Beras dan Posyandu

Suatu ketika di bulan April 2022, aku mengajak anggota Pekka wilayahku untuk mengadakan jimpitan beras. Ide itu muncul setelah sosialisasi dari kelompok Pekka yang lain. Jimpitan atau “jempitan beras” ini dilakukan setiap pertemuan bulanan. Tiap anggota harus membawa beras sebanyak satu kilogram per bulan untuk dikumpulkan. Jempitan beras ini menjadi salah satu cara membantu anggota Pekka, misalnya yang membutuhkan uang untuk berobat.

Jempitan beras ini mengundang orang untuk bergabung menjadi anggota kelompok kami. Dari yang mulanya aktif 12 orang sampai kini bertambah menjadi 16 orang. Hal ini terjadi karena anggota baru saling bercerita dan mengajak teman-teman mereka.

Kegiatan lain yang kulakukan di masyarakat adalah mengaktifkan Posyandu Melati 4 yang ada di desaku. Sebenarnya, Posyandu ini sudah berdiri sejak lama. Hanya saja, aku mulai masuk sebagai kader di Posyandu ini tahun 2006. Aku diajak oleh ketua kader Posyandu, karena jumlah kader Posyandu masih kurang. Banyak yang tidak mau menjadi kader sebab hanya diupah sepuluh ribu rupiah per bulan. Kebetulan, lokasi Posyandu ini dekat dengan rumahku, sehingga aku bersedia mengikuti kegiatan yang ada di Posyandu.

Awalnya, Posyandu ini hanya melayani balita, dengan kegiatan seperti penimbangan bayi atau imunisasi. Tahun 2014 akhirnya berubah menjadi Posyandu Keluarga yang memberi layanan kepada lansia, balita, remaja, dan sekolah KB. Kegiatannya jadi bertambah banyak, seperti penimbangan bayi dan balita; kelompok yasinan; senam; serta pemeriksaan, pengobatan, dan pengarahan kesehatan dari tim Puskesmas. Ada juga kegiatan bank sampah.

Pascagempa bumi tahun 2018, pelayanan kesehatan dari Puskesmas di Posyandu kami sempat lama tidak berlanjut. Apalagi saat Covid-19 merebak pada 2020. Banyak pembatasan untuk mobilitas masyarakat, termasuk bagi tenaga kesehatan yang hanya bisa melayani di fasilitas kesehatan atau Puskesmas setempat.

Alhamdulillah, sekarang Posyandu Melati 4 kembali memberi pelayanan kesehatan. Posyandu remaja diadakan pada waktu sore di sini, sesuai jam bubar sekolah.

Sebelum masuk Pekka, aku adalah orang yang kurang pengalaman, kurang percaya diri, dan kurang tahu wilayah sekitar. Setelah bergabung dengan Pekka, aku merasa senang karena memiliki banyak teman. Ada banyak pengalaman ketika diajak ikut pelatihan-pelatihan, berbicara di depan orang banyak, dan bisa bersosialisasi ke kelompok lain, membantu membuat identitas, serta membantu masyarakat yang tidak bisa baca tulis di dusun kami.

Berkegiatan sebagai kader Pekka di Posyandu Melati telah mewangikan hidupku. Semoga wanginya bertahan  selamanya.

Bagikan Cerita Ini

Cerita Terkait

Leave a Comment