Pekka Datang, KDRT dan Diskriminasi Gender Terhapuskan
Kisah Diri Novemberlyn

Keberuntungan yang aku dapatkan di bidang pendidikan tidak menyurutkanku untuk membela hak-hak perempuan. Bersama Pekka, aku ingin kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan bisa hilang.


Novemberlyn adalah nama yang tertera di Akta Kelahiran dan ijazahku. Namun, orang tua dan saudara-saudaraku memanggilku Ririn. Aku terlahir sebagai anak kedua dari 5 bersaudara. Bapakku bekerja sebagai operator alat berat di sebuah perusahaan kayu yang ada di Kalimantan Timur. Pekerjaan ini mengharuskan Bapak sering berpindah, dan kami harus ikut bila Bapak ditempatkan di lokasi kerja yang baru. Jadi, aku kerap berganti sekolah dan kehidupan sosial yang baru, termasuk teman-teman baru.

Aku merasa beruntung karena orang tuaku mementingkan pendidikan anak-anak mereka. Aku dan ketiga saudara kandungku bisa bersekolah sampai ke perguruan tinggi. Setelah lulus kuliah, aku bekerja sebagai guru dengan status Pegawai Tidak Tetap (PTT). Meskipun gajinya kecil dan hanya bisa diambil setiap tiga bulan, aku senang karena bisa membuat orang tuaku bangga dan bahagia. Profesi ini aku jalani hingga aku menikah di tahun 1996. Saat ini, putra sulungku sudah bekerja di sebuah perusahaan perkebunan sawit di Kabupaten Bulungan setelah menamatkan kuliahnya di Yogyakarta. Sementara, kedua adiknya masih bersekolah.

Sekarang aku menetap di Desa Jelarai Selor, Kecamatan Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara. Aku sangat mencintai desa tempat aku menghabiskan masa kecil bersama teman, mengambil sayur-sayuran di hutan seperti daun pakis, daun baleng, dan daun skila yang lezat dan bermanfaat untuk kesehatan. Aku juga menggemari ikan khas Kalimantan yang hidup di Sungai Kayan, ikan seruyuk namanya.

Desa ini berpenduduk sekitar 6.000 jiwa. Mayoritas berprofesi sebagai petani dan nelayan, selain karyawan swasta dan Aparatur Sipil Negara (ASN). Saat ini, perempuan di Desa Jelarai Selor sudah banyak yang menempati posisi di pemerintahan. 5 dari 48 RT yang ada di Desa Jelarai Selor dipimpin oleh perempuan.

PEKKA HADIR DI DESA-DESA KABUPATEN BULUNGAN

 Pagi itu, 12 Juli 2023, aku telah bersiap untuk berangkat ke Balai Pemuda Tebengalung, Desa Jelerai Selor. Meski tidak enak badan, aku bersemangat untuk pergi. Teman-temankku sesama anggota komunitas Pekka telah bersiap untuk mengadakan KLIK PEKKA.

Acara ini dihadiri oleh Evi Lindiana, koordinator wilayah Federasi Serikat Pekka Indonesia (FSPI), kader-kader Pekka Kabupaten Bulungan, dan perwakilan instansi setempat yang telah diundang, yakni Dinas Sosial, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), Pengadilan Agama, BPJS, Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP2AKB) Kabupaten Bulungan, dan Pemerintah Desa Jelarai Selor.

Sebagai penanggung jawab kegiatan ini, aku bertugas memberi sambutan mewakili Serikat Pekka Kabupaten Bulungan. Aku menyampaikan bahwa Klinik Layanan Informasi dan Konsultasi (KLIK) merupakan inisiatif dari Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) untuk menyediakan ruang bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi dan konsultasi terkait persoalan identitas diri, perlindungan sosial dan perlindungan terhadap perempuan dan anak.

KLIK PEKKA bertujuan untuk mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Untuk itulah, KLIK dilakukan secara keliling sehingga dapat menjangkau hingga ke desa. Semua masyarakat dapat hadir dan berkonsultasi dalam kegiatan KLIK, khususnya kelompok rentan seperti perempuan kepala keluarga, perempuan miskin, penyandang disabilitas, lansia, masyarakat adat dan anak-anak. KLIK PEKKA didesain untuk menjangkau kelompok-kelompok rentan tersebut sehingga mereka bisa menikmati hak-hak dasar mereka sebagai warga negara.

Acara KLIK Pekka dibuka oleh Ronal Aditia, Sekretaris Desa Jelarai Selor. Bapak Kades tidak dapat hadir dalam kegiatan tersebut karena menghadiri rapat di kecamatan. Dalam sambutannya, Ronal mengapresiasi kegiatan KLIK PEKKA, “Saya mewakili kepala desa sangat mendukung kegiatan KLIK Pekka di desa kami. Mudah-mudahan kegiatan ini dapat bermanfaat bagi warga Jelarai Selor. Saya mengimbau kepada warga agar memanfaatkan kegiatan Pekka ini.”

Ada beberapa kasus unik yang aku temui saat melayani masyarakat yang datang untuk berkonsultasi. Misalnya, ada yang datang untuk menumpahkan kekhawatirannya atas keberadaan warga yang sering merampas uang orang lain, setelah orang itu keluar dari bilik ATM.

Di meja Pengadilan Agama, duduk seorang perwakilan berwajah simpatik, Pak Muhammad Ridho namanya. Ketika meja itu kosong, aku menghampirinya dan bertanya berbagai hal mengenai perceraian. Satu hal menarik yang aku perbincangan bersama Pak Ridho adalah, pasangan beragama Nasrani tidak dapat bercerai. Menurut ajaran yang ada dalam agama Nasrani, manusia yang telah dipersatukan Tuhan tidak boleh dipisahkan manusia.

Pak Ridho mempertanyakan hal itu, karena di dalam Islam, perempuan dibolehkan menuntut cerai, terutama bila terjadi kekerasan dan perselingkuhan. Aku kebingungan menjawabnya. Aku hanya bisa menyampaikan bahwa sebagai makhluk yang memiliki keyakinan atas keberadaan Tuhan, wajib bersabar dan berdoa. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan di dunia ini.

Lalu, seorang kader Pekka dari Teras Baru yang menganut agama yang sama denganku, Ibu Uria, yang ikut bergabung dengan obrolan kami, menjelaskan, “Di agama Kristen, tidak ada perceraian. Jika bercerai dan menikah lagi dianggap murtad, tidak bisa lagi menjadi anggota gereja, tidak boleh memimpin doa atau memimpin lagu di mimbar, dan menjadi pengurus gereja. Mereka dianggap telah melanggar aturan gereja.”

Keduanya lalu memberi contoh yang telah terjadi: banyak pasangan yang bercerai melalui pengadilan, dan status pernikahan yang tertera di KTP mereka adalah cerai hidup. Namun, di mata gereja, mereka masih dianggap suami istri. Mereka yang telah bercerai lalu menikah lagi dengan orang lain dianggap melakukan zina.

“Makanya sampai saat ini status saya masih menggantung. Sudah tiga tahun berpisah dan belasan tahun tidak dinafkahi tapi masih dibilang suami istri. Saya tidak bisa kawin lagi. Padahal sudah ada yang naksir saya loh Pak, tapi orangnya tidak berani melamar,” kata Ibu Uria.

Aku berharap, perempuan akan semakin disetarakan hak-haknya. Untuk mencapai kesetaraan itu, perlu dilakukan peningkatan kapasitas perempuan di berbagai sektor, terutama di bidang sumber daya manusia, kesehatan, dan ekonomi. Selain itu, aku berharap, kehadiran Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) di Desa Jelarai Selor akan menghapus kekerasan terhadap perempuan dan diskriminasi gender. Masyarakat akan semakin sadar bahwa perempuan adalah tiang atau pondasi dalam rumah tangga dan negara.(*)

Bagikan Cerita Ini

Cerita Terkait

Leave a Comment