PEKKA Menantangku untuk Menjadi Pemberani

Putus sekolah sering membuatku minder. Bahkan untuk ke pasar aku tidak berani. Pekka berhasil menumbuhkan rasa percaya diri dan keberanian dalam diriku, melalui berbagai pelatihan yang mereka adakan untuk perempuan dusun seperti diriku.


Mimin adalah nama panggilanku sehari-hari. Sebenarnya, nama lengkapku adalah Haminah. Aku lahir di Seruat Dua, Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya pada 1976, sebagai anak pertama. Kelak, anak orang tuaku bertambah hingga menjadi enam orang.

Adik bungsuku hanya berusia 40 hari. Sementara, ayahku meninggal dunia pada saat aku masih berusia 8 tahun karena muntaber. Saat itu, keluargaku tidak pernah bersentuhan dengan tenaga medis, seperti dokter dan mantri, apalagi rumah sakit. Keluargaku hanya mengenal dukun kampung. Keadaan ini membuat ayahku tidak tertolong.

Pamanku datang ketika mendengar ayahku meninggal dunia. Dia mengajakku untuk tinggal di rumahnya di Pontianak. Aku pun ikut dan bersekolah di kota itu. Aku masih ingat, bibiku mengantarku mendaftar ke sekolah hingga akhirnya aku diterima di SD yang jaraknya tidak jauh dari rumah pamanku. Aku bisa mencapainya dengan hanya berjalan kaki selama 10 menit. 

 Berhenti Sekolah dan Menikah

Saat duduk di kelas 5, aku meminta izin kepada Paman untuk pulang menengok Ibu dan adik-adikku di kampung. Empat tahun lamanya kami tidak bertemu. Berhubung sedang dalam masa liburan, pamanku mengizinkan. Aku merasa senang sekali, bisa berkumpul kembali dengan ibu dan adik-adikku.

Setelah empat tahun pergi, banyak perubahan terjadi di kampungku. Jalan-jalan sudah dibangun, hutan telah berganti dengan perkebunan kelapa sawit, listrik pun sudah menerangi perkampunganku, termasuk rumahku. 

Beberapa hari kemudian Paman datang menjemputku, agar aku bisa kembali bersekolah. Aku menolak karena memikirkan adik-adikku yang tidak bersekolah. Pamanku pun kembali ke Pontianak sendiri. Selang beberapa hari, pamanku mengirimkan surat pindah sekolah agar aku bisa melanjutkan sekolah di kampung. Namun, aku lebih memilih untuk berhenti. Berat bagiku untuk terus bersekolah, sementara adik-adikku tidak pernah merasakan duduk di bangku sekolah. Aku memutuskan untuk mengasuh adik-adikku dan membantu Ibu menanam padi di ladang.

Melihat aku memutuskan untuk menetap di kampung, akhirnya adikku yang nomor dua berangkat ke Pontianak untuk bekerja di rumah makan. Saat itu, usiaku masih 13 tahun. Tidak lama kemudian aku menyusulnya untuk bekerja di rumah makan. Kebetulan, pemilik rumah makan tersebut adalah cucu tetanggaku. 

Aku bekerja untuk membiayai adik-adikku bersekolah. Setelah tiga tahun bekerja, aku bertemu dengan laki-laki yang akan menjadi pasangan hidupku. Dia merupakan pelanggan di rumah makan tempatku bekerja. Dia sering membeli nasi bungkus untuk para anak buahnya. Kami pun jadi sering bertemu. Lalu kami mulai menjalani hubungan selama satu tahun, sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah pada tahun 1995. Aku masih berusia 20 tahun saat itu. Kami menikah di kampungku, dan setelah menikah aku tinggal di rumah mertua hingga melahirkan anak pertama. 

Selama pernikahan aku hidup dengan rutinitas: mengurus anak, memasak, mencuci, menjaga rumah, begitu saja setiap harinya karena aku tidak punya kegiatan apa-apa. Aku juga tidak bergaul dengan teman maupun tetangga. Hingga di tahun 1999 aku melahirkan anak yang kedua keadaan ekonomi suamiku cukup baik. Kami bisa membangun rumah pondok agar kami dapat pindah dari rumah mertua. Rumah itu terletak di pinggir Sungai Kapuas. Di situlah aku mulai belajar hidup mandiri. Karena sudah memiliki rumah sendiri aku memulai usaha kecil-kecilan seperti berjualan es campur dan bubur. Apalagi keadaan ekonomi kami pada saat itu memburuk. Suamiku kena PHK karena sudah tidak ada lagi kayu untuk diolah. Ia pun bekerja serabutan. Di tahun 2002 aku melahirkan lagi. Hingga di tahun 2004 aku bergabung di Pekka setelah diajak oleh ibu mertua yang lebih dahulu bergabung. “Cebe kau masok kelompok Pekka siago tu besa yak masok ke Pekka” (Haminah, kau masuk kelompok Pekka, walau bersuami tapi bisa masuk ke Pekka). Cebe adalah nama panggilanku.

Aku memutuskan untuk bergabung dengan Pekka setelah mengikuti pertemuan di rumah Ibu Anisa. Aku memang telah tertarik dengan kegiatan ini, meskipun saat itu aku hanya bisa ikut kegiatan menabung karena aku masih berstatus punya suami. Aku tidak boleh ikut kegiatan simpan-pinjam. Aku juga tidak diwajibkan membayar iuran pokok dan wajib untuk menjadi anggota Pekka. Aku harus bersabar untuk cukup memenuhi syarat agar bisa menjadi anggota Pekka.

Setelah satu tahun, baru aku diperbolehkan membayar simpanan pokok sebesar 5.000 rupiah dan simpanan wajib sebesar dua ribu rupiah. Aku juga sudah diperkenankan meminjam uang di kelompok. Aku pun mulai meminjam karena tujuan utamaku bergabung di Pekka awalnya adalah untuk meminjam uang, karena sangat sulit mencari pinjaman pada tetangga atau keluarga. Alhamdulilah, aku sangat bersyukur diperbolehkan menjadi anggota Pekka. Beberapa bulan kemudian aku ditugaskkan untuk mengikuti Pelatihan Visi, Misi, dan Motivasi Berkelompok. Waktu itu aku belum tahu apa-apa dan tidak mengenal siapa-siapa. 

Keterlibatanku di Pekka

Saat pembangunan Center Pekka Kubu Raya tahun 2010 aku bertanggung jawab dalam menerima bantuan dan iuran yang dihimpun, mulai dari dana swadaya anggota yang diambil dari SHU (Sisa Hasil Usaha), lalu bantuan dari bupati berupa material bangunan. Center Pekka semakin berubah. Dulu, untuk membangun center, kami cukup membawa satu per satu material dari jalan besar melewati gang yang lebarnya hanya cukup untuk satu sepeda motor. Sekarang, center Pekka sudah terletak di jalan besar yang bisa dilalui mobil. Aku pun menjadi mandor dalam proses pembangunannya. 

Waktu di desaku masih hanya ada satu kelompok Pekka, anakku masih duduk di bangku SD. Aku dan temanku, Utami, pernah dicalonkan menjadi ketua RT. Namun, kami tidak didukung oleh pemuka agama yang berpendapat bahwa perempuan tidak boleh memimpin. Padahal, banyak masyarakat yang sudah mau mendukungku. Hingga sekarang, belum ada perempuan yang menjadi RT di dusun tempat tinggalku. Meski demikian, perlahan tetapi pasti, perempuan sudah mulai dilibatkan, bahkan sudah ada yang menjadi sekretaris di tingkat RT dan desa. 

Tahun 2013 aku mengikuti Pelatihan Permakultur yang diadakan oleh Seknas Pekka yaitu Mbak Romlawati, dan Mbak Dayu dari Yayasan Idep, Bali. Pelatihan ini diadakan selama satu minggu di Center Pekka Ambangah. Aku merasa sangat terbantu dengan pengetahuan yang aku dapat dari pelatihan ini. Aku jadi bisa membuat pupuk organik sendiri, dan bersemangat untuk mulai memanfaatkan lahan di sekitar rumahku. Selain itu, aku juga mengikuti Pelatihan Peningkatan SDM Lembaga Penyiaran. Materi yang diberikan dalam pelatihan ini adalah mengangkat nilai khazanah lokal menyongsong industri penyiaran yang sehat dan inspiratif. Pelatihan ini diadakan oleh KPID Provinsi Kalimantan Barat, pada tahun 2012. Pelatihan lain yang aku ikuti adalah Workshop Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Pemilu dan Pilkada, pada 13 Oktober 2011. Dalam acara ini kami diajak mendiskusikan peran serta masyarakat dan penyuluhan tentang cara pencoblosan yang mudah dipahami oleh masyarakat. Pekka mengusulkan kepada KPU agar tetap menggunakan cara coblos karena sangat mudah dipahami dan dimengerti oleh ibu-ibu pekka yang sudah lansia. Kalau dengan cara contreng, masih banyak anggota masyarakat yang belum mengerti, sehingga mereka tidak bisa memberikan suara. Setelah mengikuti workshop tersebut, kelompok kami mensosialisasikan tata cara pencoblosan kepada anggota Pekka dalam setiap pertemuan. 

Tahun 2016 awal, aku terpilih menjadi mentor Keaksaraan Fungsional, sebagai tugas lapang untuk alumni Akademi Paradigta. Aku mengajar ibu-ibu yang memang benar-benar belum mengenal huruf. Metode aku mengajar adalah dengan mengenalkan huruf lewat bumbu dapur. Misalnya kunyit: “Kunyit terdiri dari huruf apa saja ibu-ibu?” Begitu aku bertanya. Ibu-ibu bisa menjawab dengan terbata-bata: “K, U, ku, N, Y, I,T, , NYIT,”. Akhirnya ibu-ibu peserta dapat membaca dan menulis huruf demi huruf walaupun masih belum sempurna.

Pekka Membuatku Tertantang

Dulunya, aku adalah perempuan yang sering merasa rendah diri karena tidak tamat SD. Aku tidak berani ke luar rumah. Bahkan untuk ke pasar pun aku tidak berani.

Alhamdulillah, Pekka benar-benar membantuku. Pekka berhasil membuatku menyisihkan rasa minder itu. Aku jadi merasa mampu, setelah ditunjuk menjadi mentor untuk mengajarkan baca-tulis kepada anggota Pekka yang sudah mencapai usia lanjut. Rasa percaya diriku semakin meningkat setelah aku diberi kepercayaan untuk mengurus banyak hal karena aku dianggap memiliki kemampuan setelah mengikuti berbagai pelatihan yang diberikan Pekka.

Aku bersyukur, suami dan anak-anakku sangat mendukung kegiatanku yang berkaitan dengan Pekka. Mereka menilai semua kegiatan itu sebagai hal yang positif dan bertujuan baik. Alhamdulillah, kami terbantu dari segi pendidikan dan ekonomi.

Bagikan Cerita Ini

Cerita Terkait

Pekka: Jawaban untuk Kesepian dan Kebosananku

Pekka: Jawaban untuk Kesepian dan Kebosananku Suamiku ...

Leave a Comment