Berani Memilih Memberiku Kebahagiaan
Kisah Diri Maya Puspitasari

Kehidupanku mendadak berubah akibat pilihanku sendiri. Aku pun memperbaikinya dengan berani memilih jalan yang mampu membuatku mandiri.

Masa kecilku bisa dibilang menyenangkan. Profesi ayahku sebagai seorang pegawai di sebuah koperasi mampu memberiku lingkungan tempat tinggal yang nyaman dan memadai bagi seorang anak. Apalagi, ibuku juga bekerja sebagai seorang pedagang di pasar. Mereka mampu menyekolahkanku setinggi yang aku mau.

Aku bernama Maya Puspitasari. Aku lahir di Desa Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah di pertengahan tahun 1982. Aku memiliki satu kakak dan satu adik. Bila mengenang masa kecilku, aku selalu teringat pada pengalaman ketika ikut Ibu berjualan di pasar di masa liburan sekolah. Kami berjalan kaki dan menyeberangi sungai untuk menuju ke pasar.

Setelah lulus SMP, aku melanjutkan sekolah di sebuah SMK Muhammadiyah yang jaraknya cukup jauh dari rumah. Aku harus naik angkot setiap berangkat dan pulang sekolah. Sayangnya, aku tidak bisa menamatkan sekolah di SMK ini. Ada sebuah kejadian yang membuatku terpaksa berhenti bersekolah.

Aku menikah pada 1999 dengan seorang supir angkot yang tinggal di Desa Cepiring. Jarak antara desa ini dengan desa tempat tinggalku terbilang jauh. Dari pernikahan ini, aku dikaruniai empat anak laki-laki dan seorang anak perempuan.

Diuji Saat Masih Belia

Ibuku meninggal dunia pada 2004, dan Bapak menyusul beliau pada 2021. Kepulangan Ibu dan Bapak benar-benar membuatku merasa kehilangan. Apalagi, selama Bapak masih ada, beliau yang membiayai sekolah anak-anakku. Bahkan ketika anak keduaku ingin sekali kuliah, Bapak yang menanggung biayanya. Bapak bahkan membuatkan rumah untuk aku tinggali bersama anak-anak.

Sepeninggal ayahku, aku jadi berpikir. Sudah tidak ada lagi yang akan mendukungku, terutama secara ekonomi. Maka, aku memberanikan diri untuk mengajukan gugatan cerai terhadap suamiku. Keputusan ini aku ambil setelah 20 tahun menikah. Selama menikah, suamiku jarang sekali bekerja. Aku yang kalang-kabut bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Aku sempat berdagang sembako di pasar. Namun, karena aku berjualan dalam skala kecil, hasilnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluargaku. Aku pun berutang ke sana-sini. Lagi-lagi Bapak yang melunasi utangku, dengan syarat aku berhenti berjualan.

Selama menikah, aku selalu gelisah. Apa iya, aku harus selalu bergantung pada Bapak? Padahal, aku punya suami yang seharusnya bertanggung jawab atas kelangsungan hidupku dan anak-anak. Kami sering bertengkar, hampir setiap hari. Rumah tanggaku benar-benar tidak harmonis. Bapak pun sering mengeluhkan sikap suami yang kurang bertanggung jawab.

Aku berhasil mendapatkan hak asuh untuk anak-anakku. Mereka terus memotivasi dan memberiku dukungan untuk terus berjuang. Setelah bercerai, aku mulai merintis usaha penjualan dimsum.

Tantanganku dalam menjalani kehidupan setelah perceraian tidak melulu soal memenuhi kebutuhan anak-anak. Alih-alih memahami kesedihan dan trauma yang melilit perasaanku, masyarakat di sekitar tempat tinggalku justru memberi pandangan yang buruk terhadap diriku. Apalagi, akulah yang mengajukan gugatan cerai. Mereka berprasangka bahwa aku telah memiliki pria idaman lain, sehingga aku berani bercerai.

Gunjingan terhadap diriku nyaris tidak berhenti sampai sekarang. Aku menjadi sangat tidak nyaman. Setiap keluar rumah, bahkan sekadar menerima telepon, para tetangga langsung berprasangka buruk, bahwa yang aku lakukan pasti berkaitan dengan seorang laki-laki.

Aku bersyukur keluarga terdekatku benar-benar mendukungku. Dukungan ini memberiku motivasi untuk meyakini bahwa semua akan baik-baik saja. “Aku pasti bisa, aku yakin aku mampu, aku kuat,” dan berbagai kalimat lain yang menguatkan aku ucapkan berulang kali kepada diriku. Aku terus berusaha untuk mengembalikan rasa percaya diri, agar aku bisa mengasuh anak-anak, memberi perhatian dan kasih sayang, mendidik, dan menafkahi mereka.

Menepis Prasangka

Untuk mengisi waktu, aku aktif berkegiatan bersama PKK. Aku terpilih menjadi pengurus yang bertanggung jawab untuk membawa PKK di RW tempat tinggalku menjadi lebih baik dan lebih maju. Bersama PKK juga, aku aktif mengadakan kegiatan senam di lapangan yang dapati diikuti warga. Kegiatan senam ini kami lakukan setiap Jumat dan Minggu, yang bertujuan agar kesehatan dan kebugaran warga, terutama ibu-ibu, tetap terjaga.

Setelah bercerai, aku aktif dalam pengajian. Setelah beberapa lama, aku diarahkan untuk mengambil Program Paket C dan meneruskan kuliah di bidang hukum. Arahan ini berdasarkan keterlibatanku dalam TIM LPBH NU sebagai paralegal. Bersama tim ini, aku sering mengadakan sosialisasi hukum di desa-desa untuk memberi pemahaman dan peningkatan kesadaran hukum di masyarakat, sehingga tercipta masyarakat yang berhati nurani, berbudaya, dan cerdas hukum. Tujuannya adalah agar masyarakat dapat lebih patuh terhadap norma hukum dan peraturan yang berlaku, sehingga bisa meminimalisir angka kriminal, kekerasan, serta menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan hukum.

Kegiatanku tidak berhenti sampai di situ. Aku juga ikut dalam Forum Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (Puspa) Kabupaten Kendal. Dalam forum ini, aku ditunjuk sebagai sekretaris pemberdayaan perempuan. Puspa Kabupaten Kendal memiliki program kerja untuk mengoptimalisasikan kualitas produk UMKM, digitalisasi pemasaran, dan perlindungan Produksi Industri Rumah Tangga (PIRT), pemajangan hasil produksi di etalase toko dengan baik serta memfasilitasi proses untuk mendapatkan Nomor Induk Usaha (NIB). Sasaran utama dari Puspa Kabupaten Kendal adalah perempuan kepala keluarga dan perempuan korban kekerasan fisik.

Aku bergabung dengan Pekka pada Desember 2022. Saat itu, aku dihubungi pihak desa dan diundang untuk mengikuti Kelas Akademi Paradigta Kewirausahaan. Awalnya aku ragu untuk mengikuti kelas ini, tetapi setelah mendengar pemaparan dari para mentor, aku tertarik untuk bergabung dengan Pekka.

Setelah empat bulan bergabung, aku merasa banyak mendapatkan pengetahuan dan wawasan baru. Semua itu membuatku semakin percaya diri. Terlebih setelah aku diajak untuk melakukan kunjungan ke kantor-kantor dinas, juga setelah mengikuti beberapa pelatihan, seperti Training of Trainers untuk mentor yang diadakan di Wisma Hijau, Depok, pada 20 Juni 2023.

Aku terpilih menjadi mentor setelah mengikuti Kelas Akademi Paradigta Kewirausahaan. Dalam kelas ini, para peserta mendapat tugas untuk membuat karya tulis. Alhamdulillah, karya tulis yang aku buat termasuk karya tulis terbaik. Berdasarkan penilaian ini, aku diminta untuk menjadi mentor dan mengikuti pelatihan di Depok. Kabar ini aku dapat dari mentor APK sebelumnya, Ibu Kundriyah dan Ibu Rohmah.

Bersama anggota kelompok Pekka yang terbentuk di Desa Taman Gede, aku mengadakan pertemuan setiap tanggal 5. Pertemuan ini kami isi dengan kegiatan simpan-pinjam. Dana yang masih minim sebagai hasil dari kegiatan ini akan menjadi modal kami untuk merintis koperasi. Bunga yang sangat rendah nyatanya dapat membantu ibu-ibu untuk mendapatkan modal usaha dalam skala kecil.

Selain kegiatan simpan-pinjam, berdasarkan kesepakatan, aku juga mengajak anggota kelompokku untuk memulai kebun gizi. Aku memanfaatkan lahan kosong di belakang rumahku untuk ditanami mereka. Hasilnya bisa kami manfaatkan untuk kami sendiri, kami makan apa yang kami tanam. Kelebihan hasil dari kebun gizi ini juga akan kami jual ke sesama anggota kelompok, serta ke masyarakat sekitar.

Stigma Itu Mulai Terhapus

Selain rasa percaya diri yang semakin meningkat, keberadaan Pekka di desaku secara perlahan mengubah cara pandang masyarakat di sekitar tempat tinggalku. Pekka mulai dipandang secara positif. Pengetahuan dan wawasan yang telah diberikan melalui berbagai pelatihan dan pertemuan membuat perempuan penyandang status pekka semakin bersemangat untuk mencapai perubahan yang lebih baik, dari segi moral maupun materi.

Kegiatan-kegiatan bersama Pekka membuat temanku bertambah banyak. Kami saling mendukung. Hasil positif yang aku dapatkan tidak hanya dirasakan oleh diriku, tetapi juga oleh anak-anak serta masyarakat di lingkungan tempat tinggalku. Aku menjadi lebih bahagia, lebih merasa didukung, dan lebih merasa percaya diri. Dan yang terpenting: pandangan-pandangan buruk terhadapku perlahan telah terhapus.(*)

Bagikan Cerita Ini

Cerita Terkait

Leave a Comment